|
MUSIM hujan sudah menjelang. Perkiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), curah hujan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi lebih tinggi dari tahun lalu, terutama pada Oktober dan November. Sinyal yang disampaikan Kepala BMG Sri Woro Harjiono kepada Media akhir pekan lalu itu cukup memberi alasan kepada warga Jakarta untuk waspada terhadap ancaman banjir. Banjir, memang sudah menjadi rutinitas di Ibu Kota sejak era 1960-an, ketika pembangunan dan gerak urbanisasi memenuhi setiap jengkal tanah yang luasnya 650 kilometer persegi. Puncaknya, tahun 1996 dan 2002 lalu, saat Istana Merdeka ikut 'terendam' meski baru sebatas halamannya. Membebaskan Jakarta dari banjir memang sulit sebab 40% wilayahnya merupakan dataran rendah yang rawan genangan. ''Saya sudah perintahkan Dinas Pekerjaan Umum (DKI Jakarta) untuk melakukan upaya penanggulangan banjir, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang,'' tegas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso kepada Media, menjawab pertanyaan soal antisipasi banjir, beberapa waktu lalu. Untuk jangka pendek, katanya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI melalui DPU sudah melakukan normalisasi sungai, pengerukan sungai, perbaikan dan penambahan pompa, normalisasi dan pengerukan waduk. Tetapi, untuk jangka panjang, lanjut Sutiyoso, banjir di Jakarta tidak bisa dihindarkan sepanjang pembangunan proyek Banjir Kanal Timur (BKT) belum selesai. Begitu juga program normalisasi dan pengerukan secara menyeluruh 13 sungai yang membelah Ibu Kota, yang hingga kini belum terealisasi akibat anggaran yang terbatas. Kasubdin Pengembangan Sumber Daya Air dan Pantai DPU DKI I Nyoman Suwandhi, Jumat (23/9), menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan. Tetapi, dia mengingatkan, DPU hanya mampu mengurangi dampak, bukan membebaskan Jakarta dari banjir. ''Dengan persiapan sekarang, DPU cukup mampu mengurangi dampaknya asalkan volume hujan tidak terlalu besar dan berkepanjangan,'' katanya. Misalnya, jelas Nyoman, saat ini sudah disiapkan 184 unit pompa, termasuk yang mobile di 46 lokasi di lima wilayah, kendaraan operasional, alat berat, karung pasir yang sudah disebar di lima wilayah kota, serta ribuan personel yang siap siaga. Pile Priok Persiapan lainnya, kata Nyoman, sudah berdiri 43 posko di tingkat kecamatan (43 kecamatan) DKI Jakarta dan aparat DPU DKI selalu stand by di pos penjagaan Pile Priok (PP) dan posko-posko pintu air. Kehadiran petugas posko maupun pos penjagaan itu untuk menyebar informasi peringatan dini bila terjadi peningkatan ketinggian muka air di PP sebagai acuan memperkirakan berapa lama air tiba di DKI, sehingga masyarakat bersiap-siap mengungsi atau menyelamatkan harta dan jiwa. Pile menunjukkan ketinggian air sesuai angka sentimeter yang tertera pada tiang beton di pinggir sungai. Sedangkan Priok merupakan dasar ukuran dari nol sentimeter ketinggian air di pos penjagaan. Dasar nol itu diambil dari turun naik pasang surut air laut di Tanjung Priok lalu diambil garis tengah dan itulah titik nol. Perlunya laporan dini dari pos penjagaan setelah mengetahui terjadi peningkatan ketinggian air melalui pantauan PP di Kali Ciliwung dan Depok di atas normal, maka pemberitahuan pile skala air akan sampai di Pintu Air (PA) Manggarai, empat sampai lima jam kemudian. PP Kali Krukut terdapat di Krukut Hulu, Ciganjur, Jakarta Selatan. Jika pile skala di sini menunjukkan ketinggian air di atas normal, berarti empat jam kemudian sudah tiba di PA Karet, Jakarta Pusat. Kali Cipinang Hulu, PP-nya ada di Cimanggis, Jakarta Timur. Bila ketinggian air meningkat maka pile skala memperkirakan air tiba di PA Pulo Gadung 4,5 jam kemudian. Demikian juga PP Kali Sunter Hulu di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Jika terjadi peningkatan permukaan air di atas normal, pile skala akan memperkirakan air tiba di PA Pulo Gadung 4,5 jam kemudian. Dalam mengantisipasi banjir di Jakarta, jelas Nyoman, pihaknya mengenal jenjang kesiagaan dari Siaga IV, III, II, dan I. Termasuk Siaga IV bila PP di pintu air Manggarai, Jakarta Selatan, menunjukkan angka normal di bawah 750 sentimeter. Dalam status ini keadaan cukup ditangani petugas pintu air. Bila angka PP di PA Manggarai naik menjadi 750-850 sentimeter maka berlaku Siaga III dan menjadi kewenangan Wakil Komandan Umum yang juga Kasubdin Pengembangan Sumber Daya Air dan Pantai DPU DKI. Lalu, jika PP di pintu air Manggarai terus mengalami kenaikan dari 850-950 sentimeter maka status ditingkatkan siaga II dan koordinasi di bawah wewenang Komandan Umum (Kepala DPU DKI) untuk memberi perintah buka atau tutup pintu air, termasuk pengoperasian pompa. Terakhir, Siaga I, ketika ketinggian PP di pintu air Manggarai sudah mencapai 950 sentimeter atau lebih. Koordinasi langsung di tangan Gubernur dan semua posko DPU DKI dengan sandi harus aktif, begitu juga posko lima wilayah. (Ssr/*/J-4) Post Date : 27 September 2005 |