Sampah tidak selamanya menjadi masalah.Dengan pemanfaatan dan manajemen yang baik,sampah bisa menjadi sesuatu yang indah.Tidak ada lagi bau di berbagai tempat termasuk di sekolah jika sang pemilik lingkungan mempunyai perhatian pada sampah.
Amilia Agustini termasuk salah satu remaja yang punya perhatian khusus pada sampah. Siswi kelas 2 SMP Negeri 11 Bandung ini bersama tujuh teman sejawatnya, tidak ingin hanya menghasilkan sampah sehari-harinya. Bagi mereka sampah di sekolah bukan hanya tanggung jawab petugas kebersihan sekolah, namun tugas mereka juga sebagai siswa. Untuk itu mereka membuat kegiatan yang diberi nama “Pengelolaan Sampah Masyarakat Berbasis Sekolah”. Mereka berkeinginan, kegiatan ini tidak hanya diikuti siswa lain,namun juga masyarakat secara umum.
Awal lahirnya kegiatan ini menurut Amilia bermula dari keprihatinan terhadap lingkungan sekolah mereka yang besar, tapi banyak sampah yang tidak terkontrol dengan baik. Akhirnya Amilia berinisiatif untuk memilah-milah sampah. Pertama yang dilakukannya adalah menyediakan tempat bagi sampah organik dan anorganik. “Pada mulanya kita memberlakukan disiplin untuk kita sendiri,” tandas Amilia. Selanjutnya dengan adanya inisiatif dari delapan siswa tersebut, banyak siswa lain yang mengikuti “prosedur” pembuangan sampah.Kini walaupun masih melibatkan pembersih sekolah dalam mengumpulkan sampah.
Keberadaan sampah terlihat ditempatkan dengan tertib. Setelah dipisahkan,sampah kemudian diolah. Selanjutnya yang dilakukan delapan siswa tadi adalah menyalurkan sampah-sampah yang mereka kumpulkan. Di bawah bimbingan seorang guru,mereka membuat empat klasifikasi sampah yang ada.Pertama adalah tetrapak yang merupakan bekas kotak-kotak minuman. Untuk jenis ini mereka salurkan ke Yayasan Kotak Indonesia (YKI).Kedua adalah sampah anorganik, sampah ini mereka tabung ke bank sampah Mitra Syariah, dan sebagian dibuat produk seperti tas dan lainnya.Ketiga adalah sampah organik yang dibuat kompos takakura.
Terakhir adalah kertas yang bisa dipergunakan lagi untuk pembuatan komik dan agenda. Saat ini kegiatan Amilia dan rekan- rekannya itu mendapatkan perhatian dari siswa sekolah lain di Bandung. Beberapa kali Amilia yang masih berusia 13 tahun tampil mempresentasikan kegiatan mereka di sekolah lain. Kepeloporan inilah yang mengantarkan Amilia menjadi salah satu remaja yang mendapatkan penghargaan Ashoka Young Changemaker (YCm). “Saya bersyukur sekolah lain juga ada yang mencoba menerapkan sistem yang sama dalam mengelola sampah,” papar Amilia.
Jika kegiatan Amilia masih di sekitar lingkungannya,tidak demikian dengan Evan Driyananda. Alumni Seni Rupa UPI Bandung ini memanfaatkan sampah untuk menjadi robot mainan yang sangat menarik.Evan yang bertugas sebagai pencipta dan designer,dibantu Attina Nuraini yang bertugas sebagai application art work.Kegiatan mereka dinamakan Recycle Experience: Character From Non-Organic Trash. Selain untuk memanfaatkan sampah, kegiatan ini juga sebuah Art Project yang bermula ketertarikan mereka pada pop culture and toys art movementpada akhir 2006.
Mereka ingin membuat dan menata ulang bermacam serpihanserpihan benda yang kurang diharapkan keberadaannya menjadi sebuah media ekspresi.Selain itu,kegiatan ini juga harapkan dapat menyalurkan kemampuan bereksplorasi dengan memanfaatkan media found object berupa berbagai sampah anorganik untuk dijadikan aneka macam character robotic imagination.Kemudian diaplikasikan kembali menjadi beraneka macam kekaryaan dalam ruang lingkup seni rupa.
Maka terciptalah mainan daur ulang (recycle toys) “character imagination from nonorganic trash”sebagai sebuah alternatif kekaryaan khususnya di bidang seni rupa, yang secara tidak langsung dapat memberikan sebuah gagasan dan pembelajaran visual mengenai pelestarian lingkungan. Hasil karya mereka ini beberapa kali berkesempatan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, seperti pameran seni,kolaborasi seni,workshop,talkshow.Mereka juga sering bekerja sama dengan berbagai industri kreatif,desainer, perusahaan, musisi, dan instansi pendidikan. Sejumlah penghargaan juga mereka dapatkan.
Tahun lalu, misalnya mereka meraih recycle experience menjadi satu-satunya fan pages on facebook, dari Indonesia yang masuk “10 green facebook fan pages of artist who make art from junk”versi Greenopolis. Evan berharap dengan kegiatan yang dia lalukan dapat memberikan gambaran pada orang lain bahwa berkarya tidak harus mengeluarkan dana yang mahal.Dengan dana minim,seperti dari sampah, karya yang bagus bisa dihasilkan dengan mudah.Selain itu diharapkan berkarya dari sampah,juga bisa memberikan sumbangan pada masalah-masalah lingkungan yang dihadapi.
“Terbukti karya kami walaupun hanya dari sampah bisa mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, salah satunya adalah dengan seringnya sejumlah event yang mengundangnya untuk memamerkan recycle experience,” papar Evan. (abdul malik/ islahuddin)
Post Date : 25 Januari 2010
|