|
Sampah di Jakarta masih menjadi persoalan serius yang belum tertangani secara optimal. Minimnya alat pengolahan dan kurangnya kesadaran warga mengakibatkan sungai-sungai di Jakarta menjadi tempat sampah terbesar. Akhirnya, banjir dan penyakit pun terus mengintai. Meski demikian, bukan berarti tidak ada warga yang sudah sadar. Pengolahan sampah terpadu di RW 003 Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, yang sudah berlangsung hampir 10 tahun, sejak 2003, merupakan salah satu contohnya. Supardi (75), koordinator pengolahan sampah terpadu di RW itu, mengaku mengubah perilaku warga tidak mudah. Di sana pun mulanya juga mendapat penentangan. Butuh waktu hampir satu tahun untuk mengajak warga memilah sampah organik dan anorganik di rumah masing-masing. ”Saya termasuk yang menolak karena rasanya tak mungkin,” katanya, Sabtu (3/11). Ide pengolahan sampah terpadu, menurut Supardi, pertama kali dikenalkan oleh Sumadi, ketua RW pada masa itu. Dengan gigih, almarhum Sumadi terus mengajak warga mengolah sampahnya sendiri. Saat itu kondisi lingkungan RW 003 sama dengan permukiman padat di Jakarta pada umumnya. Jumlah penduduknya 3.180 jiwa, sementara total areal permukiman hanya 12,5 kilometer persegi. Berarti, per meter persegi dihuni rata-rata tiga orang. Sementara total sampah per bulan 90 ton. Namun, sejak diterapkan pengolahan sampah terpadu, separuh total sampah di RW 003 dapat didaur ulang secara mandiri dan sebagian besar sampah organik diolah menjadi kompos. ”Sayangnya kami belum mampu mengolah sampah anorganik sehingga harus dibuang ke tempat pembuangan akhir,” jelas Supardi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama kini tengah menjajaki penggunaan teknologi penguraian sampah yang telah dimanfaatkan di China sejak 2008, untuk mengatasi sampah yang memenuhi sungai-sungai di Jakarta. Kemarin,Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menerima perwakilan perusahaan asal China itu dan berencana menguji coba teknologi itu di Jakarta. ”Bakteri mikro ini menguraikan sampah padat, menyerap tanah, lumpur, dan oli di air sehingga air sungai yang keruh bisa bening,” ujar Basuki. Sebagai langkah awal, penggunaan bakteri pengurai sampah akan diuji coba di anak Kali Ciliwung di depan Istana Negara sepanjang 1 kilometer selama tiga bulan. Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna mengatakan, bakteri ini aman bagi manusia dan akan disuntikkan ke dalam sungai. ”Air akan jadi bening sekaligus bau akan hilang,” kata Eko. Dengan adanya upaya terus-menerus menyadarkan warga ditambah penerapan teknologi yang tepat, bukan tidak mungkin sampah di sungai Jakarta bisa berkurang, bahkan lenyap. Sungai di Jakarta pun menjadi bening. Semoga.... (Fransisca Romana/Madina Nusrat) Post Date : 04 November 2012 |