|
JAKARTA (Media): Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong, Bogor, dioperasikan secara resmi Juni 2004. Sekitar seribu warga dari tiga desa di kawasan itu telah mendaftarkan diri menjadi pemilah sampah (pemulung). Direktur Utama PT Wira Guna Sejahtera (WGS) Sofyan Hadiwijaya mengungkapkan hal itu usai menghadap Gubernur DKI Sutiyoso di Balai Kota DKI, kemarin. TPST dipastikan dapat dioperasikan Juni setelah melalui beberapa kali uji coba. Melihat hasil uji coba, sebagian pengunjuk rasa yang semula gigih menentang, mulai surut bahkan ikut mendaftarkan diri menjadi pemulung. Mereka akan diatur dalam wadah koperasi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Menurut Sofyan, pihaknya menetapkan Juni 2004 karena masih menunggu satu lagi alat konfeier sepanjang 33 meter. Dengan penambahan itu maka jumlahnya menjadi delapan unit. Konfeier semacam roda ban yang berputar-putar seperti pengantar bagasi penumpang di bandara. Di TPST Bojong, perannya juga hampir sama yakni mengantarkan sampah untuk dipilah pemulung menjadi organik dan nonorganik. Pemilahan sampah di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Di negara maju, sebelum masuk tempat pembuangan akhir (TPA), sampah organik dan nonorganik sudah dipisahkan. Tetapi, di Indonesia dicampur sehingga harus dipisahkan lagi di TPA. Sofyan mengaku pihaknya masih membutuhkan investasi tambahan untuk membeli konfeier yang harganya miliaran rupiah per set. Hingga saat ini investasi yang telah ditanamkan PT WGS mencapai Rp100 miliar. Teknologi yang dipakai seutuhnya dari Jerman melalui tiga proses sistem yakni ball press, incinerator, dan fermentasi. Saat ini sistem tersebut yang dipandang paling ramah lingkungan. Kemampuan TPST Bojong mengolah sampah sekitar 2.000 ton per hari. Sampah masyarakat Jakarta per hari tercatat sedikitnya 6.000 ton. "Oleh karena itu, TPA Bantar Gebang Bekasi dan beberapa tempat lainnya tetap dipertahankan," ujar Kepala Dinas Kebersihan DKI Selamat Limbong yang mendampingi Sofyan menghadap Sutiyoso. Menurut Selamat Limbong, jika TPST Bojong berhasil maka proyek ini merupakan awal dari penuntasan masalah sampah Jakarta. Selama ini caranya berbeda karena memang belum menggunakan teknologi canggih yakni sampah diambil lalu ditumpuk di TPA. Dengan teknologi Jerman, sampah habis jadi abu. Abu bekas sampah bahkan bisa dimanfaatkan menjadi bahan batako. Dari setiap 2.000 ton sampah akan menghasilkan sekitar 200 ton abu. Pengelolaan sampah TPST Bojong memakai sistem sewa. Pemprov DKI mengirim sampah dengan bayaran Rp53.000 per ton. Tanggung jawab maupun semua perizinan menjadi urusan PT WGS. Luas areal TPST sekitar 35 hektare, tetapi hanya tiga sampai empat hektare yang digunakan sebagai tempat pengolahan sampah, sekelilingnya dibuat penghijauan. (Ssr/J-1) Post Date : 14 April 2004 |