|
[JAKARTA] Kurangnya pasokan air bersih di Jakarta membuat warga dan unit usaha berlomba-lomba mengekploitasi air bawah tanah. Eksploitasi air tanah lebih dari 30 persen kuota dinilai berlebihan, bahkan mulai mengkhawatirkan, membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memperketat pengambilan air tanah. Demikian rangkuman pendapat yang dihimpun SP dari Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti dan pakar air dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ari Herlambang, Senin (17/11). Untuk itu, Dinas Pertambangan mendesak kenaikan tarif air tanah agar sama dengan air dari perusahaan air minum (PAM). Saat ini harga air PAM untuk kelompok pelanggan gedung tinggi mencapai Rp 12.550 per meter kubik, sedangkan harga air dalam tanah hanya Rp 3.500 per meter kubik. Selain itu, Dinas Pertambangan akan membatasi pengambilan air tanah maksimal 100 meter kubik per hari untuk satu titik sumur bor. "Selama ini Pemprov telah memberikan sanksi, berupa penyegelan dan denda bagi warga maupun unit usaha yang mengambil air tanah secara illegal. Tetapi, pengambilan air tanah secara berlebihan masih terjadi," katanya. Data yang ada menyebutkan kebutuhan air warga Ibukota mencapai 547,5 juta meter kubik per tahun. Dari total kebutuhan itu, PAM baru mampu menyediakan 295,65 juta meter kubik (54 persen), sisanya 251,85 juta meter kubik (46 persen) diambil dari air tanah. Sedangkan, Ari Herlambang mengatakan, penggunaan air tanah secara berlebihan telah mem- pengaruhi kondisi permukaan tanah di Jakarta. Penurunan muka tanah ini, kata dia, akan berdampak pada makin luasnya area yang terkena banjir. "Penggunaan air bawah tanah harus dibatasi untuk menghambat laju penurunan muka tanah di Jakarta. Pengawasan dan regulasi penyedotan air tanah secara besar-besaran harus diperketat untuk menjaga keseimbangan kebutuhan dan pasokan air," katanya. Untuk mengantisipasi semakin turunnya permukaan air tanah akibat eksploitasi air bawah tanah besaran-besaran, Pemprov harus membuat daerah-daerah resapan air. Dia meminta pula Pemprov mempublikasikan wilayah mana saja yang masih aman dan rawan untuk pengambilan air bawah tanah. Hal itu sangat diperlukan agar warga bisa mengetahui apakah wilayah tempat tinggalnya masih aman atau tidak untuk mengambil air tanah. "Pemprov seharusnya lebih memfokuskan rehabilitasi wilayah yang dinyatakan rawan penurunan air tanah. Kalau perlu tidak lagi menargetkan pendapatan air tanah dari daerah yang rawan," katanya. [HTS/A-16] Post Date : 18 November 2008 |