|
Sungai Rengit, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, merupakan salah satu kawasan yang memiliki rawa dan lahan gambut yang cukup luas. Namun selama tiga bulan musim kemarau sekarang ini, daerah itu tak luput dari musibah kekeringan. Masyarakat pun harus berjibaku untuk mencari air bersih. Sebagaimana hari-hari sebelumnya, Selasa (3/10), itu juga hari yang melelahkan bagi Nurhidayah (35), warga Desa Sungai Rengit. Dia harus mencari air bersih selama seharian. Dia tak banyak mengeluh karena kegiatan serupa juga dilakoni ibu rumah tangga lain, saat suaminya bekerja di ladang atau di kota. Mencari air bersih di Desa Sungai Rengit, saat kemarau ini bukanlah pekerjaan mudah. Nurhidayah membawa dua bak berukuran sedang, menuju satu-satunya sumber air yang masih mengalir, yang biasa disebut sumur jauh. Sumur sejauh sekitar 300 meter dari rumahnya itu berada di lembah kecil di belakang gedung SD Sungai Rengit, di bawah pepohonan yang rindang. Sumur lain sudah kering kerontang sejak tiga bulan lalu. Tiba di sumur tua itu, Nurhidayah harus antre bergiliran menunggu air keluar, menimba, dan memasukkannya dalam bak. Dua bak ukuran sedang itu baru penuh setelah setengah jam menunggu. Jika air seret, waktu menunggu lebih lama lagi. "Kami harus sabar menunggu, karena sumur ini satu-satunya sumber yang masih mengeluarkan air bening," katanya. Dua bak yang sudah penuh air dipikul di atas pundak untuk dibawa pulang. Dia selalu berhati-hati saat berjalan sambil memikul agar air yang susah payah ditimba itu tak tumpah sia-sia. "Tiap hari, saya ambil lima pikul air untuk kebutuhan minum tiga anak dan suami. Kadang saya ambil lebih banyak untuk mandi suami saat pulang dari menyopir," kata Nurhidayah. Pekerjaan tambahan mencari air bersih sudah dilakoni hampir semua ibu rumah tangga di Sungai Rengit, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Palembang. Itu pekerjaan yang menghabiskan waktu, tetapi mereka tidak punya pilihan lain. Mereka tak banyak punya uang untuk membeli air bersih yang dijual di kawasan Air Batu, di pinggir jalan lintas timur (jalintim) Sumatera. Sedikit air yang masih mengalir di Sungai Rengit tidak bisa diminum karena kelewat asin, asam, kotor, bau, dan berlumpur. "Warga di sini tidak bisa berbuat banyak, selain bersabar mengambil air bersih di sumur ini. Kalau sumur ini nanti kering juga, kami tidak tahu harus bagaimana?" kata Rismawati (29), warga Desa Sungai Rengit lain. Untuk menjaga sumur jauh tetap mengeluarkan air, warga berusaha mengambil air secukupnya. Saat dasar sumur agak mengering, mereka membiarkannya hingga air kembali keluar agak banyak. Mereka kerap mengambil air saat malam. Warga dari desa lain, terutama dari lokasi transmigrasi, juga diperbolehkan mengambil air dari sumur itu. Kekurangan air bersih saat musim kering menjadi musibah tahunan di Sungai Rengit. Kekeringan bertambah parah dalam beberapa tahun terakhir karena banyak rawa ditimbun dan lahan gambut dibuka. Padahal rawa gambut merupakan areal penyerap air yang banyak. Lebih ironis lagi, Desa Sungai Rengit juga langganan banjir saat musim hujan. Masyarakat di kawasan itu terpaksa menyesuaikan diri dengan dua bencana rutin yang bertolak belakang itu. (ilham khoiri) Post Date : 04 Oktober 2006 |