Berdayakan Potensi Air Bersih

Sumber:Kompas - 28 Mei 2008
Kategori:Air Minum

Bandung, Kompas - Warga Kota Bandung tidak perlu menunggu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Warga dapat memenuhi air bersih dengan memberdayakan potensi yang ada di lingkungannya.

Koordinator Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A) Dine Andriani mengatakan hal itu di sela-sela acara kunjungan ke beberapa tempat pengelolaan air bagi warga di Bandung, Selasa (27/5). "Kebutuhan air untuk warga sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, warga tidak bisa menunggu pemerintah sebab air sangat esensial bagi warga. Warga bisa bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan air," kata Dine.

Dine menjelaskan, di beberapa kelurahan di Kota Bandung muncul sekelompok masyarakat yang berinisiatif mencari sumber air untuk memenuhi kebutuhan bersama.

Menurut Dine, pemerintah sebaiknya lebih peduli dengan inisiatif warga yang memenuhi kebutuhan air bersih ini, dengan memberi insentif berupa bantuan dana atau alat.

Di Kota Bandung paling tidak terdapat empat tempat pengelolaan air oleh warga untuk warga. Tiga tempat berada di Kelurahan Babakansari, Kecamatan Kiaracondong, dan satu lagi di Kelurahan Wates, Kecamatan Bandung Kidul.

Swadaya air

Di RT 01 RW 15 Kelurahan Babakansari, Kecamatan Kiaracondong, tempat pengelolaan air Banyu Ruhiyat Peduli, mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi 60 keluarga. Banyu Ruhiyat Peduli membuat sumur bor (artesis) dan kemudian ditampung. Dalam satu jam tertampung 1.000 liter air yang didistribusikan ke warga.

"Kami membagi air dari pukul 04.00 sampai pukul 20.00. Di atas jam itu, kami mengistirahatkan mesin pompa," kata Sukiman (50), Ketua Pengurus Banyu Ruhiyat Peduli.

Masing-masing keluarga mendapat air bersih sebanyak 200 liter per hari. Mereka diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 15.000 per bulan. Biaya ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan biaya menjadi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum.

Nandang Suryana (39), petugas pembagi air Banyu Ruhiyat Peduli, mengatakan, sebelum ada sumur artesis ini, warga memanfaatkan air dari sumur yang tidak layak konsumsi. Setelah Banyu Ruhiyat Peduli berdiri pada awal 2004, warga bisa menikmati air layak konsumsi.

Sementara itu, Untung Slamet, Wakil Ketua Pengelolaan Air Tirta Atlas di RT 12 RW 09, mengatakan, pihaknya tidak memasang tarif tertentu bagi warga. Sebab, tidak semua warga mampu membayarnya. "Ada yang membayar Rp 15.000 per bulan, ada yang hanya Rp 5.000, dan bahkan ada yang gratis," ujarnya.

Di Kelurahan Wates, Yayasan Pesat membangun sumur artesis untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang mampu memenuhi kebutuhan 37 keluarga. Setiap pelanggan dimintai biaya Rp 1 juta-Rp 1,5 juta untuk pemasangan pipa dan meteran air. Bila tidak mampu, biaya bisa dicicil semampu warga.

Warga juga dikenai iuran sebesar Rp 17.000-Rp 28.000 per bulan bergantung pada banyaknya air yang dipakai. Dana ini kemudian diserahkan ke Yayasan Pesat. "Suatu hari nanti sumur dan sumber air ini menjadi milik warga kalau setoran ke Yayasan Pesat sudah mencapai Rp 60 juta. Saat ini baru terbayar Rp 15 juta," kata Pendi Supendi (53), Ketua Pengelola Sarana Air Bersih milik Yayasan Pesat. (MHF)



Post Date : 28 Mei 2008