|
AIR adalah simbol kehidupan. Rasanya gambaran itu tepat untuk melukiskan kebutuhan air bagi warga, tak terkecuali warga Surabaya. Keberadaan air bersih menjadi barang yang langka, mahal, dan selalu jadi buruan untuk kelangsungan hidup. Sebagai kota yang dikelilingi sungai,rasanya aneh bagi Kota Pahlawan yang selalu mengeluh tentang raibnya air bersih. Limbah yang terus bertambah seiring perubahan peradaban modern yang mampu mengepung air bersih. Kini,warisan bagi anak cucu yang tersisa di Surabaya harus menerima kenyataan pahit untuk selalu berburu air bersih demi kelangsungan hidup mereka. Limbah industri dianggap sebagai biang keladi turunnya kualitas air bersih di Surabaya. Aliran limbah hasil produksi mereka kini membuat keseimbangan lingkungan turun.Warga yang selama ini menggantungkan hidup dari konsumsi air di sepanjang Kali Surabaya mulai kelimpungan. Bahkan,PDAM Surya Sembada yang menyalurkan air bersih ke tiap rumah warga juga mulai was-was dengan kondisi baku air produksinya dari Kali Surabaya. Limbah telah mendatangkan kematian bagi habitat satwa di dalam air. Sementara warga harus berspekulasi meregang nyawa ketika terus mengkonsumsi air dari Kali Surabaya. Ada tiga perusahaan yang masuk dalam pengawasan pemerintah yang selalu saja membuang limbah.Satu di antaranya yakni Pabrik Gula (PG) Gempol Krep yang diminta menghentikan semua aktivitas produksi. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim pun sudah menutupdanmemastikanPGGempol Krep tak lagi beroperasi. Akal-akalan pabrik pembuang limbah semakin kreatif. Tiap tahun mereka selalu saja ditangkap dan disuruh berhenti untuk beroperasi. Namun, mereka juga selalu bisa untuk keluar dari lubang jarum, aktivitas produksi kembali dilakukan, limbah pun kembali menyebar di sepanjang sungai. Memberikan teror baru bagi warga. Aktivis Konsorsium Lingkungan Hidup Imam Rohani menuturkan,BLH harus terus mengawasi beberapa perusahaan yang sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Sebab tidak jarang ditemukan, perusahaan yang sudah divonis bersalah namun hingga saat ini masih bebas beroperasi dan masih saja bebas membuang limbah. “Seperti PT MDI telah divonis PN Surabaya dengan hukuman masa percobaan selama 1,5 tahun.Tapi anehnya belum sampai hukuman itu habis sudah bisa beroperasi lagi. Ini kejadian klasik yang selalu melibatkan industri pembuang limbah,”katanya. Parahnya,pabrik-pabrik itu bebas berdiri meskipun tak memiliki standar dan baku mutu pengelolaan limbah.Mereka tak pernah memenuhi pembuatan IPAL di pabriknya. Kalau pemerintah mematok batas minimal memiliki 3-4 IPAL, mereka hanya memiliki satu, itupun tetap saja bebas untuk berproduksi, bahkan mereka membuang limbah seenaknya ke sungai. “Ada yang memasang saluran pembuangan limbah di bawah permukaan air. Itu siasat pabrik untuk menghindari tangkapan ketika ada razia,saluran air itu jelas tak diketahui ketika ada petugas yang datang untuk melakukan pemeriksaan,” jelasnya. Kondisi seperti ini hanya akan merugikan warga Surabaya. Warga juga merasa prihatin dengan kenyataan yang terjadi dengan kualitas air Kali Surabaya. Seperti yang dirasakan Fani Afrizal. Fani Afrizal hanya bisa duduk termenung di pinggir Kali Jagir Wonokromo. Deburan air yang berjalan tenang itu terus dipandanginya dalam-dalam. Air itu terasa bersahaja ketika sinar matahari mulai datang dan memberikan sinar yang hangat. Pagi itu menjadi waktu yang tepat bagi dirinya untuk menghilangkan penat,melepas lelah di sela-sela pekerjaan rutin yang selalu datang. Memancing baginya menjadi alternatif terbaik untuk menghilangkan semua lelah.Tiap akhir pekan, pinggiran Kali Surabaya selalu jadi jujukan. Belum sempat ia melempar kail pancing ke permukaan air, dari arah muara, ikan-ikan yang tadinya tenang mulai meloncat ke atas permukaan air.Ia menjadi gusar, matanya terus memandangi ratusan ikan yang tepat ada di depannya terus bergelimpangan. “Ini ikan manggut (mabuk), walah air sungai kena limbah lagi,” cletuknya sambil menarik kembali kail yang sudah dipasang cacing. Selang lima menit, ribuan ikan sudah mengambang. Berjejar rapi seperti mau ikut karnaval kemerdekaan. Mereka tak lagi bernyawa,terserat aliran air.Para pejuang yang mati dan berserahkan di permukaan air.Perut ikan-ikan itu sudah kembung,mulutnya membuka seperti kehilangan nafas di dalam air. Praktisi Lingkungan dari Universitas Airlangga Prof Suparto Wijoyo mengatakan, penyebab telernya puluhan ribu ikan di Kali Surabaya diduga kuat akibat air kali tercemar oleh limbah cair yang dibuang oleh perusahaan di sepanjang sungai yang berada di empat wilayah, yakni Surabaya, Gresik,Sidoarjo,dan Mojokerto. Karena tercemar, maka dapat dipastikan kondisi ikan tidak sehat. “Limbah-limbah yang telah dibuang seenaknya telah merusak habitat di dalam air,”katanya. Suparto menyarankan pada semua warga untuk tidak mengonsumsi ikan manggut. Sebab, kandungan zat beracun di dalamnya akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Keberadaan limbah yang dibuang pabrik di sepanjang bantaran kali sudah merusak keseimbangan lingkungan. Parahnya lagi, pencemaran di Kali Surabaya itu tak hanya berbahaya bagi ikan dan satwa air.Ancaman kini sudah masuk ke tingkat yang lebih tinggi, yakni bahaya bagi manusia. Pencemaran Kali Surabaya benar-benar masuk pada zona merah untuk dipakai konsumsi warga. DO Air Kali Surabaya Rendah Pencemaran air paling parah terjadi di pusat aktivitas warga Surabaya.Tercatat, kualitas air yang masuk ke rumah warga dan pengolahan air di pusat kota tak lagi memiliki baku mutu yang baik. Air itu tak bisa dimasukan sebagai kategori bahan baku air yang layak dikonsumsi. Lihat saja,hasil pengetesan dissolved oxygen (DO) atau biasa disebut oksigen yang terlarut bagi air di kawasan Tambang Jrebeng sebanyak 5,2 pada awal bulan ini.Sementara pada 26,27,dan 28 Mei masingmasing DO yang ada 1,9 pada tanggal 26, 3,4 pada 27 dan 1,9 pada 28 Mei. Sementara untuk IPAM di Karangpilang DO yang ada 4. Sementara pada akhir bulan lalu DO menurun menjadi 2,8. Kondisi paling parah tentunya terjadi di IPAM Ngagel, DO sebelum ada pencemaran yang terjadi pada awal bulan lalu sudah mencapai 3,3. Pada saat ada pencemaran DO-nya lebih turun lagi menjadi 1,7. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Standar DO yang normal dan layak dikonsumsi warga adalah 4, sementara DO yang dijadikan bahan baku air bagi warga Surabaya dari IPAM Ngagel dibawah 2. Semuanya kini mulai melemparkan kesalahan ketika ada pencemaran.Beberapa pihak tetap beranggapan industri bukan satu-satu yang menyebabkan pencemaran di Kali Surabaya. berbagai sudut pandang penyebab pencemaran dikemukakan untuk menyelamatkan kelangsungan industri. Kepala Divisi Hilir Perum Jasa Tirta Syamsul Bahri menuturkan, air baku yang masuk ketika masih di Tambang Jrebeng dan IPAM Karangpilang masih baik.Tapi ketika masuk ke IPAM Ngagel yang posisinya di jantung Kota Surabaya,kondisi air sudah jauh dari baku mutu yang baik. Dengan hasil itu, lanjutnya, bisa dilihat kalau pencemaran yang paling parah juga terjadi antara pintu air Karangpilang sampai Ngagel. Ada limbah rumah tangga yang besar dan berpengaruh pada kualitas air ketika masuk ke IPAM Ngagel. Penyebab pencemaran kini mulai digeser, industri tak lagi dimasukkan sebagai faktor utama oleh pemerintah untuk mencari akan penyebab pencemaran.Warga yang tinggal di dekat bantaran sungai kini mulai dijadikan kambing hitam. Untuk mengurangi pencemaran, saat ini Jasa Tirta terus menambah debit air sebesar 10 m3 per detik. Langkah itu bisa menambah kecepatan debit dari 30 m3 per detik menjadi 40 m3 per detik.“Ini untuk mengelontor pencemaran, biar air jernih kembali lagi seperti semula,” sambungnya. Rumah Tangga Jadi Kambing Hitam Sikap itu kemudian juga diamini oleh Kepala BLH Jatim Indra Wiragana. Ia menjelaskan kalau data BLH sebanyak 60% pencemaran Kali Surabaya berasal dari limbah rumah tangga, baru sisanya dari pabrik. Indra memastikan kalau saat ini terdapat sekitar 6.170 rumah warga berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya. Dari ribuan rumah tersebut dihasilkan 75,5 ton sampah yang dibuang ke sungai, padahal di dalamnya terdapat sampah plastik, tinja dan sebagainya. “Sebanyak 60% pencemaran Kali Surabaya akibat limbah rumah tangga,” ujarnya. Karena itu, BLH Jatim mengaku bakal fokus untuk mengatasi limbah yang berasal dari rumah tangga. “Seharusnya limbah-limbah itu ditampung oleh 74 instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. Selain itu,WC-WC terapung yang ada di Kali Surabaya juga harus diubah dengan mendirikan WC umum yang pembuangannya tidak langsung ke Kali Surabaya,” kata Indra Wiragana. Untuk mengatasi hal itu indra menyatakan akan membangun 74 IPAL komunal tersebut secara bertahap.Tahun ini BLH akan membangun 7 IPAL komunal di kawasan pemukiman. Di tahun 2011 kemarin sud-ah dibangun 11 IPAL komunal. Anggaran yang dipersiapan untuk 1 unit IPAL komunal tersebut adalah Rp 500 juta. Itu berarti total untuk pembangunan IPAL tersebut mencapai Rp37 miliar. BLH juga telah mengusulkan ke pemerintah untuk membangun lebih banyak lagi rusunawa (rumah susun sederhana sewa). “Selain membangun IPAL, kami juga mengusulkan untuk memperbanyak rusunawa yang bisa menampung warga yang bermukim di bantaran Kali Surabaya,” ujarnya. Ketika ditanya tentang status pabrik yang nakal serta tetap membuang limbah ke sungai, ia menegaskan juga akan menindak mereka. Pihaknya tak akan berhenti untuk memberikan peringatan administrasi dan sanksi pada perusahaan nakal yang masih saja membuang limbah. “Meskipun PG Gempol Krep masih saja melanggar, sanksi tetap kami berikan. Saat ini putusan kami sudah jelas, yakni penghentian produksi di PG Gempol Kerep,” kata Indra. Direktur Utama (Dirut) PDAMAshari Mardiono mengatakan, hasil produksi PDAMSurabaya memang buruk sejak ada pencemaran.Pihaknya tak bisa berbuat banyak ketika pencemaran di Kali Surabaya terus memburuk. “Ini mempengaruhi pada hasil produksi air ke pelanggan. jadi kami terus dirugikan dengan kondisi yang ada saat ini,”jelasnya. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga tak mau disalahkan ketika pencemaran terjadi di Surabaya karena limbah rumah tangga.Apalagi beberapa pihak menyalahkan kalau pembuangan drainase kota juga menjadi salah satu penyebab. Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) itu menjelaskan, selama ini limbah yang dibuang dari drainase kota ke Kali Surabaya hanya dilakukan ketika musim hujan. Artinya, selama musim kemarau ini tak ada limbah kota yang terbuang ke Kali Surabaya. “Drainase kota itu juga untuk membuang genangan air biar tak banjir, bukan untuk membuang limbah,”tegasnya. Ia juga menjelaskan,pencemaran di Kali Surabaya itu berasal dari luar kota.Sehingga air yang mengalir ke kawasan kota menjadi tercemar. Wali Kota perempuan pertama di Kota Pahlawan itu tetap ngotot kalau drainase kota yang ada saat ini sudah benar. Bahkan, pembuangan limbah kota juga dilakukan ketika air hujan turun. Saat ini, lanjutnya, pihaknya juga sudah menandatangani pembuatan IPAL baru untuk sanitasi komunal. Langkah itu dipercaya mampu untuk mengurangi pencemaran di sungai. “Lihat saja Singapura, konsepnya juga sama dengan yang ada di Surabaya.Jadi tak benar kalau drainase kota membuat Kali Surabaya tercemar,” sambungnya. aan haryono Post Date : 25 Juni 2012 |