|
JANGAN abaikan sampah. Sampah bukanlah barang tak berguna, namun bahan baku yang belum terolah. Mencampakkan sampah lalu membiarkannya mencemari lingkungan justru akan menimbulkan masalah baru. Persoalan semakin runyam bila menyangkut komunitas manusia dalam jumlah besar, sampai jutaan. Seperti Jakarta yang harus menanggung sampah 6.000 ton per harinya dari penduduknya yang berjumlah 8 juta lebih. pemda DKI sekarang memang masih kesulitan menghadapi sampah. Menurut Tusy A Adibroto, Direktur Pusat Pengkajian dan penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sampah semestinya tidak perlu menjadi persoalan yang kian menggunung bila tiap keluarga terlibat aktif mengolah sampah yang dihasilkan. Tiap keluarga hendaknya sudah memilih sampah organik dan anorganik. Namun, upaya ini juga harus di dukung oleh sarana pengangkut yang ada, yaitu truk-truk sampah yang didesain sesuai dengan hasil pemilahan sampah itu. UPAYA mengolah sampah organik di rumah tangga sebenarnya tidak sulit. Sampah-sampah organik berupa dedaunan dan kulit buah misalnya. bisa dimasukkan dan dipadatkan dalam karung atau drum plastik yang diberi lubang untuk aerasi. Wadah kemudian ditaruh di tempat teduh. Dengan tehnik ini dalam waktu 2-3 bulan sampah telah menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan untuk pemupukan atau menggemburkan tanah. Drum plastik yang diberi lubang kecil di sekelilingnya, juga di bagian bawah, berfungsi sebagian kompester-unit penghasil kompos-skala kecil. Sampah organik yang tidak terolah di tingkat rumah tangga kemudian di kumpulkan di TPS (tempat pengolahan sementara). Di tempat ini selain pengomposan juga dilakukan daur ulang sampah anorganik. "Kelompok pemulung di TPS dapat bekerja sama dengan perusahaan pendaur ulang agar sampah anorganik seperti limbah pelastik dan logam dapat dapat di olah skala ekonomis," tambah Firman L Sahwan, Kepala Bidang Teknologi Pengadilan Pencemaran Lingkungan BPPT. Contoh TPS yang menjalankan proses tersebut ada di Rawa Sari Jakarta. Tempat pengolahan ini telah berjalan dua tahun. Dari pengolahan sampah di TPS ini, selain dihasilkan komos, juga kertas daur ulang dan bahan bangunan. "TPS ini nantinyan akan di kembangkan menjadi pusat pendidikan dan latihan pengolahan sampah tepat guna untuk setiap wilayah, antara bagi para pemulung," tambah Tusy. Memang setiap daerah memiliki karakteristik sampah yang berbeda sehingga memerlukan penangan yang berbeda pula. Namun, di Indonesia, komposisi sampah sebagian besar adalah anorganik. MENURUT Tusy, ada beberapa aspek yang berpengaruh dalam pengolahan sampah, bukan hanya aspek kebijakan dan hukum serta aspek partisipasi masyarakat, tetapi juga pembiayaan. "pemerintah dan pemerintah daerah hendaknya menciptakan skemah pendanaan bagi usaha kecil pendaur ulang atau pemulung dalam menangani sampah," ujarnya. Sri Wahyono, koordinator Kelompok Teknologi Pengolaan Sampah dan Limbah padat BPPT menambahkan, Bank Dunia bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup akan memberikan insentif berupa dana hibah bagi upaya mengolahan sampah menjadi kompos. Hibah yang diberikan 10 juta dolar ASuntuk program hingga 2010. Dalam program itu, setiap kilogram kompos yang dihasilkan dari sampah kota akan mendapat bantuan Rp 200. Saat ini P3TL BPPT tengah mengkaji ulang kemungkinan memanfaatkan kembali atau guna ulang TPA Bantar Gebang. "Akan dikaji berapa lama sampah yang ditimbun di TPA dapat dipanen dalam bentuk pupuk kompos. Hasil kajian di negara subtropis, gas metan akibat penguraian bakteri anaerop pada timbuna sampah akan habis diproduksi setelah 10 tahun. Tapi di negara tropis seperti Indonesia kemungkinan proses penguraian lebih cepat," uraian Firman. Pengkajian guna ulang TPA Bantar Gebang, juga TPA di Bandung dan Yogyakarta akan memakan waktu sekitar setahun. Pemanenan pupuk dari TPA nantinya akan mengikuti sistem berputar dari satu blok ke blok lainya pada periode tertentu. ini merupakan proses komposisasi ekstensif. Lebih lanjut akan dipikirkan pemanfaatan gas metan sebagai pembangkit listrik. "Hal ini antara lain telah di kembangkan di Rumah Pemotongan Hewan Cakung," jelas Firman. Gas mentan yang di hasilkan dari limbah cair di tempat itu dapat membangkitkan listrik 40kVA. Listrik ini kemudian di gunakan mengoperasikan pabrik Sementara itu, per hari, digunakan sebagai pupuk oleh Dinas Pertamanan DKI. RPH Cakung merupakan tempat pemotongan hewan terbesar di Indonesia yang memotong 300 sapi perhari. (YUN) Post Date : 10 Januari 2004 |