|
ADA perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dan sebagian warga Kota Semarang mengenai kondisi lingkungan di kota ini. Sebagian warga menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan. Salah satu indikasinya, banjir dan rob tak pernah hilang dari kota ini, terutama di kawasan bawah. ''Saya tidak setuju kalau ada pendapat yang mengatakan terjadi penurunan kualitas lingkungan, juga sarana dan prasarana kota. Infrastruktur sebenarnya mengalami peningkatan, namun memang belum bisa selesai seratus persen. Dulu semua jalan di Semarang Utara terkena rob, tetapi sekarang tidak (semuanya). Berarti kualitasnya membaik, meski belum bisa tuntas,'' tegas Wali Kota Sukawi Sutarip. Bagaimana rencana ke depan? Kami akan melakukan akselerasi, percepatan-percepatan, untuk membangun infrastruktur atau sarana/prasarana, serta menghilangkan rob dan banjir. Tentu prioritas di sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan perekonomian masyarakat, tidak boleh dilupakan. Untuk banjir dan rob, Pemkot membentuk 21 tim subsistem drainase. Kalau sudah ketemu semua, pelaksanaan pembangunan drainase tidak sepotong-sepotong, tetapi terintegrasi. Sejauh ini, bagaimana hasil kerja tim tersebut? Yang masuk ke meja saya sudah delapan dari 21 tim itu. Diharapkan dalam satu-dua minggu ke depan sudah selesai semua. Yang sudah selesai pun masih akan digodok lagi di tingkat pakar. Data-data dari masyarakat akan di-combine dengan ilmu para pakar, termasuk berapa lebar saluran, kapan pembangunannya, dan sebagainya. Setelah selesai semuanya, akan diperhalus dengan bahasa-bahasa teknis. Jika gambaran seluruh kota sudah jadi, akan dipotong-potong per kelurahan. Jadi, setiap kelurahan akan memiliki gambar sistem drainase dan penjelasannya. Mau buat saluran, tinggal lihat, di gang berapa, RT berapa, dan berapa lebarnya. Keberadaan polder, misalnya di Tawang, nampaknya belum memberi hasil untuk mengatasi rob dan banjir. Komentar Pak Wali? Menurut perhitungan, agar polder bisa berfungsi seratus persen, masih dibutuhkan Rp 80 miliar untuk bangunan pendukungnya. Memang polder pada sejumlah subsistem di kawasan bawah itu belum tuntas. Maksudnya? Ya, harus dilengkapi, misalnya, dengan saluran menuju polder, bagaimana mengurasnya, maintenance pompa dan tanggul-tanggul supaya tidak bocor, dan sebagainya. Dalam beberapa kali diujicoba, polder dikuras dalam dua jam selesai. Tetapi karena bocor, tak lama kemudian terisi lagi. Kapan terealisasi? Ya, kita berdoa saja, mudah-mudahan dana dari pusat segera mengucur dan lancar. Bagaimana kelanjutan gagasan embung untuk mengatasi banjir? Akankah direalisasi? Itu pasti dilakukan. Untuk menanggulangi banjir, ada dua cara yang dilakukan, yakni di kawasan atas dan kawasan bawah. Di kawasan atas akan dibuat embung-embung, simpanan-simpanan air. Selain itu, secara simultan terus digerakkan penghijauan di kawasan itu. Tidak kalah penting, Pemkot tidak akan membuka daerah atas besar-besaran. Bagaimana dengan kawasan bawah? Yang di bawah harus ada perbaikan saluran, dengan konsep pemeliharaan yang jelas. Tentu semua ini memerlukan dana yang besar. Oleh karena itu, Pemkot berupaya untuk senantiasa melibatkan warga, melalui konsep kegotongroyongan (dana kontingensi). Itu ternyata ampuh sekali. (32) Post Date : 02 Mei 2006 |