|
MAKASSAR - Bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), dipenuhi timbunan lumpur yang terbawa banjir dari bekas longsoran Gunung Bawakaraeng. Akibatnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar yang memasok air baku dari bendungan itu menghentikan produksinya sehingga 55 ribu pelanggan krisis air bersih. Wali Kota Makassar Ilham Arief Siradjuddin yang dihubungi Pembaruan, Minggu (23./1) menyatakan prihatin atas kondisi tersebut. "PDAM terpaksa menghentikan produksinya karena bahan baku air lebih banyak bercampur lumpur. Dampaknya, sekitar 55 ribu pelanggan tidak mendapatkan suplai air bersih," kata Ilham , seraya menambahkan masalah itu sudah disampaikan secara lisan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta. Untuk mengatasi kondisi darurat akibat krisis air bersih di Makassar, PDAM mengerahkan 15 unit mobil tangki pelayanan bergerak. Antrean untuk mendapatkan air bersih hingga Minggu malam dan Senin ( 24/1) pagi malam berlangsung di beberapa pemukiman penduduk di Kota Makassar. Jumlah armada itu tidak mencukupi sehingga banyak warga mengeluh kesulitan mendapatkan air minum. PDAM Makassar memiliki lima instalasi penyaringan air (IPA), di antaranya IPA Panakkukang berkapasitas 1.000 liter per detik mencakup pelayanan di Kecamatan Wajo-Tallo, Biringkanaya, Tamalanrea, Ujung Tanah dan Makassar. IPA Antang berkapasitas 900 liter per detik mencakup Kecamatan Manggala. IPA Jl DR Ratulangi 50 liter per detik mencakup Kecamatan Ujungpandang. IPA Maccini Sombala 200 liter per detik mencakup pelayanan di Kecamatan Tamalate dan Mariso. Sedangkan IPA Somba Opu berkapasitas lebih 1.000 liter per detik mencakup pelayanan di Kecamatan Bontoala, Rappocini, Panakkukang, Mamajang, Manggala dan sebagian Ujungpandang merupakan instalasi terbesar yang sementara tidak dioperasikan. Kondisi itu tak dapat dielakkan karena sumber bahan baku air PDAM di Somba Opu yang berasal dari Bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa, mengalami gangguan dan instalasi PDAM di Somba Opu tidak dapat dioperasikan sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Sementara itu, Direktur Utama PDAM Makassar, Ridwan Syahputra Musagani menyatakan, air baku untuk IPA PDAM di Somba Opu dipasok dari Bendungan Bili-Bili. Sekarang secara total tidak dapat dioperasikan karena lebih banyak lumpur yang masuk. Tingkat kekeruhan air baku Bili-Bili Jumat lalu mencapai 219 ribu satuan ukuran kekeruhan air (NTU), sehari sebelumnya 152.700 NTU. "Sangat tidak mungkin untuk mengoperasikan mesin di IPA Somba Opu, kecuali kalau kekeruhan bisa turun sampai 6.000 NTU," kata Ridwan. Tingkat kekeruhan air di Bili-Bili diperkirakan akan berlangsung lama, sebab setiap hujan kondisi air keruh karena air hujan mengalirkan tanah bekas bencana longsor di lereng Gunung Bawakaraeng tahun lalu, sehingga lumpur menumpuk di Bendungan Bili-Bili. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar memberikan solusi untuk mengoperasikan instalasi pengolahan air Somba Opu yang berkapasitas lebih 1.000 liter per detik itu dengan membuat pompa terapung untuk menyedot air di permukaan bendungan. Namun menurut Ridwan, biaya untuk pembuatan pompa terapung mencapai sekitar Rp 35 miliar dan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tidak sanggup untuk menutupi biaya tersebut. Ridwan mengatakan, Senin (24/1) ini ia akan melaporkan masalah krisis air baku tersebut ke Komisi V DPR RI dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta untuk mencari solusi penyediaan air bersih dan penyelamatan IPA Somba Opu. (148) Post Date : 24 Januari 2005 |