|
BEBAN hidup warga DKI Jakarta semakin berat setelah biaya berbagai kebutuhan meningkat, menyusul melambungnya harga BBM Oktober tahun lalu. Belum sempat bernapas akibat tekanan ekonomi itu, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan kenaikan tarif air minum sebesar 17,35 persen. Bahkan, usulan itu sudah disampaikan Gubernur DKI ke DPRD pekan lalu. Padahal, tahun lalu tarif air minum sudah naik tiga kali. Melalui serangkaian pembicaraan, akhirnya kenaikan otomatis tarif air minum itu pun ditunda (Pembaruan, 6/2). Rencana kenaikan tarif air minum itu menimbulkan protes masyarakat. Selain tarif dianggap terlalu mahal di tengah deraan krisis ekonomi saat ini, pelayanan perusahaan air minum juga dirasakan masih jauh dari memuaskan. Bahkan terungkap kebocoran air bersih PDAM DKI Jakarta mencapai 49 persen, paling tinggi di Indonesia. Rata-rata nasional tingkat kebocoran air minum 40 persen. Tingginya kebocoran, mengakibatkan kerugian perusahaan yang dialihkan menjadi beban pelanggan. KITA memahami kesulitan yang dihadapi oleh PDAM DKI. Dengan tingkat kebocoran yang demikian besar, berarti mereka harus tetap membayar air tersebut (water charge) kepada mitranya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ), sesuai perjanjian kerja sama build, operate, and transfer (BOT) yang telah disepakati. Pada akhirnya, tentu saja konsumen yang jumlahnya lebih dari 705.000 pelanggan yang menanggungnya. Tingkat kebocoran tersebut memang sangat kritis. Saat ini, air minum yang dijual perusahaan asal Prancis dan Inggris tersebut 270,87 juta meter kubik (m3) setahun. Bila tingkat kebocoran mencapai 49 persen, berarti air yang hilang sebanyak 132,726 juta m3. Dengan tarif Rp 5.473 per m3, berarti nilai kebocoran mencapai Rp 726,4 mi- liar. Tidak mengherankan bila PDAM DKI Jakarta terus merugi, tetapi adilkah bila kerugian itu dibebankan kepada konsumen, padahal kesalahan terjadi pada cara pengelolaan (manajemen)? Seandainya PDAM bisa menekan kebocoran, kerugian berkurang bahkan perusahaan bisa untung. Harus diakui banyak pipa utama air minum yang memang umurnya sudah sangat tua sehingga bocor. Tetapi, kita juga sering mendengar pipa sengaja dirusak agar airnya bisa dijual ke masyarakat umum. Praktik ini hampir pasti melibatkan pula oknum petugas PDAM. Sudah seharusnya PDAM DKI menertibkan hal-hal seperti itu, dan jangan tergesa-gesa menaikkan tarif. KITA berharap Pemprov DKI bersikap adil dan memperhatikan warganya. Jangan sampai kerugian yang diakibatkan kesalahan manajemen perusahaan dibebankan kepada pelanggan. Lebih berwibawa bila Pemprov DKI memprioritaskan pembenahan PDAM sehingga menjadi perusahaan yang profesional, daripada membebani warganya. Post Date : 07 Februari 2006 |