|
SUKABUMI, (PR).-Kabupaten Sukabumi hingga saat ini memiliki 22 depot air minum (DAM) atau yang dikenal masyarakat sebagai depot isi ulang. Namun, sejauh ini belum diketahui secara pasti mengenai kelayakan air yang dijual tersebut. Masalahnya, belum ada instansi yang memberikan jaminan terhadap produk DAM, termasuk penetapan halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh sebab itu, diperlukan adanya pengawasan dan pembinaan terhadap puluhan DAM yang ada di kabupaten ini. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Sukabumi Ir. H. Rusdhiana Sulaeman, M.M, M.B.A., kepada "PR", Minggu (20/3) mengemukakan, instansinya sudah melakukan sosialisasi mengenai keberadaan DAM. Terutama menyangkut Keputusan Menperindag Nomor 651 Tahun 2004 tentang Persyaratan Teknis DAM dan penjualannya. "Ini sudah dilakukan, walaupun yang hadir tidak seluruhnya. Pada umumnya mereka paham mengenai keinginan pemerintah," jelas Rusdhiana. Dikemukakan Rusdhiana, perkembangan DAM di Kab. Sukabumi masih dianggap lamban jika dibanding dengan kota-kota besar. Sehingga, Pemkab Sukabumi belum bisa memanfaatkan DAM sebagai salah satu sumber pajak atau retribusi daerah. Namun, dengan diawali oleh jumlah kecil Pemkab Sukabumi harus mulai mengingatkan para pemilik DAM, agar suatu saat ketika DAM sudah menyebar hingga ke peloksok kecamatan, telah sesuai dengan petunjuk teknis pemerintah. Artinya, sudah tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang ada saat ini. Di Kab. Sukabumi, jelas Rusdhiana, baru tercatat 22 DAM, itu pun umumnya di wilayah utara seperti Cisaat, Cibadak, Cicurug, Sukaraja, dan Kec. Sukabumi. Tapi diyakini dalam waktu singkat akan menyebar ke kecamatan-kecamatan lainnya di selatan Kab. Sukabumi . Padahal, sudah ada rambu-rambu yang perlu ditaati oleh para pengusaha DAM. Belum ada jaminan Rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh para pengusaha DAM, antara lain, mengenai higienisasi dan label halal. Masalah higienisasi, sejauh ini memang belum ada instansi yang menjamin. Dengan peralatan sederhana, perusahaan DAM sudah bisa menjual air kepada konsumen. Padahal, masalah kelayakan bisa atau tidaknya diminum masih harus melalui proses tertentu. Terlebih jika dikaitkan dengan label halal yang harus dicantumkan dalam produknya. "Dinas Kesehatan Kab. Sukabumi memang sudah mengeluarkan beberapa izin untuk DAM. Keluarnya izin diyakini ditempuh berdasarkan prosedur baku yang dikeluarkan oleh instansi tersebut. Artinya tidak sembarangan. Tapi masalah pengawas dan dan pembinaan sepatutnya, juga diperhatikan. Karena produk itu dijual dan dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat," jelas Rusdhiana. Oleh sebab itu, pada sosialisasi yang dilaksanakan Disperindag Kab. Sukabumi, Rusdhiana menekankan rambu-rambu tersebut. Terlebih lagi sudah dibentuk dan dilantik BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), di mana setiap warga yang merasa dirugikan oleh produk sebuah perusahaan dan melapor ke BPSK wajib ditindaklanjuti. "Peran BPSK sangat penting keberadaannya dan bagi perusahaan harus berhati-hati. Jangankan perusahaan dengan peralatan sederhana, sebuah perusahaan air minum dalam kemasan di Kab. Sukabumi, sempat dikomplain oleh konsumen karena hasil produksinya dianggap meng-khawatirkan.," jelas Rusdhiana. (A-82)*** Post Date : 21 Maret 2005 |