|
INDRAMAYU, (PR). Seiring mulai lumpuhnya fasilitas-fasilitas PDAM, krisis air bersih di Kabupaten Indramayu terus meluas. Diperkirakan, ribuan warga di belasan desa mengalami kesulitan air bersih, terutama untuk kebutuhan air minum. Dari pengamatan "PR", Selasa (12/7), krisis air bersih terjadi di desa-desa yang jauh dari jaringan air PDAM. Di antaranya di Kec. Krangkeng, Arahan, Cantigi, Losarang, sebagian Sindang, serta di daerah-daerah pesisir. Di Krangkeng seperti dituturkan warga, krisis air bersih sudah berlangsung sepuluh hari terakhir. Warga sebenarnya sudah meminta bantuan air, namun PDAM kurang merespons sehingga penderitaan menjadi bertambah. Di kecamatan paling timur Indramayu, terdapat sejumlah desa yang mengalami krisis air bersih. Selain Kalianyar, ialah warga Desa Tanjakan, Krangkeng, dan Purwajaya. Warga keempat desa yang jumlahnya mencapai sekira 3.000 jiwa, selama ini mengambil air dari kubangan. Warga Kalianyar, malah mengambil air dari bekas penampungan air yang kini berubah menjadi rawa tanaman eceng gondok. Sisa air yang tertutup eceng gondok tak hanya menjadi sumber untuk kegiatan MCK (mandi, cuci, kakus) tetapi juga air minum. Untuk air minum, warga biasanya mengambil pada malam hari. Air tadi disimpan di sebuah tempat dan diberi tawas supaya bisa jernih. Setelah diendapkan beberapa hari, lantas air kubangan itu diambil untuk dimasak. "Semua kami lakukan karena sama sekali tidak ada pasokan air bersih. Kalaupun ada, jumlahnya terbatas, itu pun harus membeli mahal," ujar seorang warga Krangkeng. PDAM Karangampel Rabu kemarin baru memberi bantuan air bersih untuk sejumlah desa di Krangkeng. Kepala PDAM setempat, Jubaedi menuturkan, pengiriman itu dilakukan setelah ada permintaan resmi dari kuwu. PDAM pasif Krisis air bersih parah juga terjadi di Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kec. Cantigi. Di blok yang terisolasi itu, sekira 500 jiwa penduduknya terpaksa harus mengeluarkan biaya mahal untuk membeli air bersih. "Satu jeriken berisi 20 liter harganya Rp 2.000,00. Untuk Indramayu, mungkin harga air termahal ada di blok Waledan," ujar Dirlun (45), warga blok yang lokasinya berada di tengah areal sawah dan pertambakan. Air tawar sudah tidak ada sama sekali. Air Cimanuk yang melintas di daerah itu, telah berubah menjadi payau karena interusi air laut. "Untuk mandi dan mencuci kami memakai air payau. Air yang beli hanya digunakan untuk air minum dan masak," ujar seorang warga. Bagi warga yang tidak punya uang, untuk mendapatkan air bersih harus menempuh jalan sejauh 3 km. Di salah satu tempat, ada sumber air tawar, namun, karena setiap hari ada ratusan warga yang berebut, kandungan airnya jadi sangat terbatas. PDAM sendiri sepertinya masih bersikap pasif. Bahkan salah satu direktur yang enggan disebutkan jati dirinya menuturkan kalau bantuan air hanya dikirim bila ada permintaan dari desa melalui kuwu. "Sepanjang tidak ada permintaan, kami tidak akan mengirim bantuan," ujar dia. Dirut PDAM, Suyanto tidak berada di kantornya saat akan dikonfirmasi. Hanya dari pantauan "PR", PDAM tampaknya mulai kelimpungan akibat merosotnya pasokan air dari sumber utamanya, yakni sungai Cimanuk. (A-93) Post Date : 13 Juli 2006 |