Belajar Nirsampah dari Kelapa

Sumber:Kompas - 19 September 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Tidak ada hasil samping yang menjadi sampah yang terbuang, ketika para mahasiswa ASEAN Logics kebetulan menyaksikan proses pembuatan tepung kelapa yang disinggahi di Desa Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, beberapa waktu lalu.

Dari sinilah mereka dapat belajar dan mengenal gagasan nirsampah atau zero waste untuk mengajak masyarakat mampu bertanggung jawab atas sampah mereka sendiri dan tidak membuangnya.

Sebanyak 11 mahasiswa dari 10 negara anggota ASEAN begitu tiba memasuki pabrik tepung kelapa Tri Jaya Tangguh, yang baru mampu mengekspor 125 ton tepung kelapa ke Eropa, itu terkesima melihat barisan 17 pekerja laki-laki yang begitu cepat mengelupas tempurung kelapa.

Tidak ada satu menit, satu tempurung kelapa dapat ditanggalkan dengan mudah. Tentunya dengan peralatan mata pisau yang sudah diatur secara mekanis, berputar dengan sendirinya untuk mengikis lapisan tempurung kelapa yang keras hingga tuntas.

Tak jarang, karena terlalu keras menekan buah kelapa, dagingnya pun ikut terbelah. Air kelapa pun tertuang, tetapi ternyata air itu tidak terbuang percuma. Melalui saluran khusus, air kelapa dapat terkumpul, kemudian oleh perusahaan itu diproses menjadi bahan minuman nata de coco.

Daging kelapa, baik yang terbelah ketika ditanggalkan tempurungnya, atau yang tetap masih utuh, kemudian digelindingkan pada penampang yang berbantalan roda dan berputar menuju barisan pekerja perempuan yang bertugas membersihkan kulit ari daging kelapa.

Daging kelapa yang terkelupas kulit arinya segera dimasukkan ke penampang lainnya yang bergerak menuju bak sortir

. Pekerja lainnya membersihkan kelapa yang sudah hilang kulit arinya itu. Lalu, daging kelapa siap dimasukkan ke mesin pencacah kelapa untuk diolah menjadi tepung.

Ruang pembuatan tepung itu steril sehingga tidak semua pekerja diperbolehkan memasukinya.

Hingga proses pengulitan daging kelapa, lagi-lagi sepertinya terlihat adanya sampah kulit ari. Begitu pula saat tempurung dikelupas, sepertinya tempurung itu akan menjadi sampah.

Ternyata tidak sama sekali. Kedua jenis "sampah" itu masih bisa memberi manfaat untuk diolah.

Tempurung kelapa selanjutnya digunakan untuk bahan bakar ketel uap pada proses pemanasan untuk pembuatan tepung kelapa. Kulit arinya dapat dikeringkan hingga menjadi kopra, bahan baku pembuatan minyak kelapa.

Dari penggunaan bahan bakar tempurung juga dibatasi tidak sampai menjadi abu. Tempurung yang terbakar dapat dijadikan arang batok yang laku untuk dijual.

Manfaat ekonomis

Produksi tepung kelapa benar-benar dapat dikatakan menjadi salah satu contoh produksi bahan baku yang hampir tidak menghasilkan limbah padat. Pengelolaan hasil samping dari bahan baku dapat dioptimalkan sehingga mereduksi sampah buangan.

Bagi industri lainnya, juga dari aktivitas rumah tangga sekalipun, seluruh aktivitasnya tak jarang menghasilkan sampah yang tak terolah dan tidak menunjang manfaat ekonomi. Berbeda dengan cara mengolah bahan baku kelapa ini menjadi tepung kelapa yang laku diekspor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biskuit tinggi lemak di daerah subtropis Eropa sana.

Menurut Manajer PT Tri Jaya Tangguh Amin Santoso, kegiatan produksi perusahaannya sekarang dapat mencukupi kebutuhan hidup 210 karyawan.

Dari 8 kilogram kelapa bulat-bulat tanpa serabutnya, dapat dihasilkan satu kilogram tepung seharga Rp 9.000.

Dilihat dari perbandingan harga bahan baku saja ada keuntungan karena harga untuk satu kilogram kelapa itu hanya mencapai Rp 950.

Nilai 8 butir kelapa adalah Rp 7.600 dan dapat ditingkatkan nilainya menjadi satu kilogram tepung seharga Rp 9.000. Akan tetapi, manfaat ekonomi tidak hanya berhenti di situ.

Pengolahan limbah hampir 100 persen itu mendatangkan manfaat ekonomi lainnya dari pengolahan nata de coco, penjualan kopra, dan penjualan arang batok kelapa.

Menurut Amin, tepung kelapa banyak dikonsumsi masyarakat Eropa di daerah dingin. Ini disebabkan tepung kelapa memiliki kandungan lemak hingga 67 persen yang memberi manfaat bagi warga yang tinggal di daerah subtropis.

"Biasanya tepung kelapa untuk diolah menjadi roti atau biskuit di Eropa," kata Amin.

Jefry Yacobus yang menjadi pemilik usaha tersebut mengatakan, sebenarnya potensi peningkatan kapasitas produksi untuk ekspor masih terbuka lebar. Persoalannya yang dihadapi bukan pada ketersediaan bahan baku, tetapi masalah investasi untuk meningkatkannya.

Sedemikian nyata manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengolahan "sampah" untuk menunjang hasil utama pada produksi tepung kelapa. Mekanisme seperti itu sangat berguna untuk mengilhami gerakan nirsampah.

Gerakan nirsampah di Indonesia belum begitu populer. Meskipun sudah ada komunitas-komunitas nirsampah, tetapi pemerintah tidak mampu melihat peluang atau mendorong civil society untuk membuat suprastruktur atau pengorganisasiannya secara masif. Nawa Tunggal



Post Date : 19 September 2007