|
TUNTUTLAH ilmu sampai ke negeri Cina. Sebuah kalimat penuh makna dari Arab, negeri lain yang jauh dari daratan Cina. Bisa dianalogikan, Cina memang jauh dari Arab, namun juga bisa berarti Cina gudangnya berbagai ilmu pengetahuan, mulai dari meramu obat tradisional yang terkenal "tokcer" itu sampai teknologi merakit roket. Berkat penguasaan ilmu tersebut, ekonomi Cina bergerak naik sangat fantastis. Tidak salah kalau Indonesia, khususnya Pemkot Bandung, juga menggali ilmu sekaligus menjalin mitra dengan Cina dalam hal mengolah sampah. Itulah yang dilakukan Wali Kota Bandung Dada Rosada bersama rombongan -- di antaranya sejumlah pengusaha Bandung --, saat melakukan kunjungan kerja ke negeri tirai bambu' tersebut beberapa hari lalu. Selama 10 hari di Cina, mereka banyak belajar tentang pengelolaan sampah. Di Cina, sampah dipilah-pilah oleh mesin. Sedangkan di Bandung, masih dipilah-pilah oleh manusia (baca: pemulung, dll). Selain itu, Cina juga mampu mengolah sampah menjadi energi listrik. Sedangkan di Bandung, paling banter untuk kompos. Itu pun daya serapnya tidak seberapa. "Karakteristik sampah di Bandung relatif sama dengan di Cina. Namun, mereka mampu mengolahnya menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Kalau di Cina bisa, kenapa kita masih manual. Kita harus mampu memanfaatkan sampah seperti di Cina dan negara-negara maju lainnya," ujar Dada, saat menyampaikan 'oleh-oleh dari Cina' kepada wartawan di Balai Kota Bandung, Senin (15/8). Oleh-oleh itu, berfokus pada pengelolaan sampah karena Kota Bandung masih dipusingkan dengan persoalan yang menyita energi, waktu serta dana akibat sampah tersebut. Kunjungan kerja Pemkot Bandung dan beberapa pengusaha yang tergabung dalam Konsorsium Pengelolaan Sampah itu, dilakukan di Kota Yingkou dan Liuzhou. Buah dari kunjungan kerja ini, Pemkot Bandung akan menggandeng investor Cina dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan teknologi modern. Bahkan, Bank Eksim Cina menyatakan kesediaannya untuk menanamkan modal dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung. Sampah untuk listrik Di sana, rombongan sempat melihat Shanghai Huancheng Waste To Energy, yakni industri pengolahan sampah yang dibangun oleh China National Heavy Machinery Corporation, sebuah perusahaan besar di Cina. "Pengolahan sampah dengan cara membakar itu, mampu menghasilkan tenaga listrik. Produk energi yang bernilai ekonomis tinggi," kata Dada. Tjetje Soebrata, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Bandung, menjelaskan, meski dengan cara dibakar, pengolahan sampah yang menghasilkan energi listrik tersebut, tidak menimbulkan polusi di Shanghai yang dimanfaatkan menjadi sumber daya listrik, baik polusi lingkungan atau suara bising. "Dalam sehari, sampah yang diolah di Shanghai mencapai 1.000 ton. Dari angka tersebut, mampu menghasilkan 24 megawatt. Sedang polutannya hanya 0,1 nanogram per kubik, berarti memenuhi standar Eropa," kata Tjetje. Kecuali melihat Shanghai Huancheng Waste To Energy, rombongan juga melakukan kunjungan ke Waste Solutions Technology di Kota Wuzi. Di kota ini, pengolahan sampah dipilah-pilah dalam mesin pemroses. Hasil dari proses pemilahan itu, misalnya sampah organik kemudian diproses lagi menjadi pupuk, sedang sampah nonorganik berupa barang seperti plastik, antara lain untuk bahan membuat mainan anak-anak. Persoalan sampah, sejauh ini masih menjadi permasalahan pelik di Kota Bandung. Berbeda dengan kota-kota di Cina, Jepang, Kanada dan negara-negara Eropa yang sudah mampu mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomi, di Bandung pembuangan sampah masih menggunakan teknologi usang, yakni open dumping (buang dorong) atau 'sanitary landfil' ( buang timbun). Ada harapan besar, kunjungan kerja Pemkot Bandung dan beberara pengusaha ke Cina, mampu mengatasi persoalan sampah di Kota Bandung. (Ibnu Sofwan/"PR") Post Date : 18 Agustus 2005 |