Belajar Mengolah Sampah di Bantul

Sumber:Kompas - 27 Februari 2009
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Suasana gedung pemerintahan Kabupaten Bantul, Rabu pertengahan Desember 2008, lebih ramai dari biasanya. Puluhan orang dari berbagai kabupaten/kota tampak sibuk berdiskusi seputar pengolahan sampah di Kabupaten Bantul. Rupanya mereka sangat tertarik mengadopsi cara itu di wilayah mereka.

Apa sebenarnya yang menarik dari pengolahan sampah di Bantul? Di kabupaten ini secara konkret pemerintah daerah memprogramkan pengolahan sampah dari pasar tradisional menjadi pupuk kompos. Saat ini baru sampah Pasar Bantul yang diolah. Setiap hari sekitar 1-2,5 ton sampah terkumpul. Sampah-sampah itu diolah menjadi sekitar 450 kilogram-1 ton kompos.

Untuk mempermudah pengolahan, disediakan 50 tong besar di Pasar Bantul. Para pedagang akan mengisi sesuai jenis sampah. Pengolahan sampah tersebut diserahkan kepada pihak ketiga. Pemerintah kabupaten (pemkab) hanya membeli kompos yang sudah jadi seharga Rp 400 per kg. Kompos-kompos itu lalu dibagikan kepada petani sebagai subsidi.

Menurut Kepala Dinas Pendapatan Daerah Bantul Abu Dzarin Noorhadi, untuk jangka panjang pupuk kompos tersebut akan dijual secara komersial. ”Tahap awal masih kami subsidi agar petani berangsur mengurangi pupuk kimia. Bila mereka sudah merasa butuh, subsidi akan kami hentikan. Petani bisa langsung membeli ke pengolah kompos,” katanya.

Abu mengatakan, program pengolahan sampah pasar akan diperluas ke Pasar Niten, Piyungan, dan Pasar Imogiri. Ketiga pasar tradisional tersebut sempat rusak akibat gempa dan saat ini masih dalam tahap perbaikan. Pasar Niten beroperasi akhir Desember lalu. Pasar Piyungan pada bulan Januari, dan Pasar Imogiri pada Maret nanti.

Dalam workshop tersebut, Sultan Hamengku Buwono X mengajak para peserta mempertimbangkan perlunya gerakan edukatif bagi petani agar back to nature. Sultan juga mengingatkan agar pengolahan kompos dikelola secara berkelanjutan dalam skala industri.

Menurut Sultan, sebelum era 1970-an ketika modernisasi pertanian belum dikenalkan ke petani, kegagalan panen jarang didengar. Ketika pemerintah memasok program pertanian intensif dengan memperkenalkan pupuk kimia dan obat serangga, bencana pertanian justru muncul.

”Memang kita sempat mencapai swasembada, tetapi setelah itu yang muncul hanya kegagalan demi kegagalan,” katanya.

Program konversi sampah menjadi kompos di Kabupaten Bantul mendapat dukungan Yayasan Danamon Peduli. Saat ini program tersebut tengah direplikasi ke 29 kabupaten/kota di Indonesia.

Tidak hanya sampah yang diolah menjadi pupuk, secara khusus Pemkab Bantul juga membangun pabrik pupuk organik berbahan kotoran ternak. Pabrik berlokasi di Desa Gadingharjo, Sanden, Bantul. Kapasitasnya 50 ton per bulan akan diprioritaskan memenuhi kebutuhan lokal Bantul.

Pabrik yang dibangun dengan investasi Rp 2,3 miliar itu beroperasi bulan Januari 2009. Untuk pengelolaan, pemkab bekerja sama dengan PT Petrokimia Gresik.

Bupati Bantul Idham Samawi mengajak masyarakat Bantul ikut meniru program pengolahan sampah tersebut secara mandiri. ”Konversi sampah bisa dilakukan sendiri dengan teknologi sederhana,” katanya.

Idham berjanji akan memberikan bantuan peralatan pengolah sampah bagi kelompok masyarakat yang ingin mengolah sampah secara mandiri.

Di Bantul, sebenarnya sudah ada beberapa kelompok yang mengolah sampah sendiri. Salah satunya adalah Kelompok Tani Sidodadi dan Kelompok Ternak Ngudi Mandiri di Dusun Serut, Palbapang, Bantul. Meski belum semua petani memanfaatkan kompos, setidaknya sekitar 50 persen dari total lahan 20 hektar menggunakan kompos. (Eny Prihtiyani)



Post Date : 27 Februari 2009