Belajar Mengatasi Banjir pada Kota Pempek Palembang

Sumber:Indopos - 10 Februari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Banjir bisa dikatakan sebagai masalah yang dihadapi nyaris semua kota besar di negeri ini. Terutama kota yang sedang giat-giatnya membangun. Tapi, di antara sekian banyak kota yang berurusan dengan banjir, ada beberapa kota yang dinilai cukup sukses memberantas genangan air tak diundang itu. Palembang salah satunya.

DILIHAT dari topografinya, Kota Pempek ini punya kemiripan dengan Pekanbaru. Yakni, sama-sama terletak di dataran rendah yang dibelah sebuah sungai besar. Sistem drainasenya juga sama-sama rumit bak benang kusut.

Dua tahun lalu, Palembang menjadi terkenal dan menghiasi berbagai berita di televisi dan surat kabar daerah maupun nasional gara-gara sering kebanjiran. Banyak kisah dramatis akibat banjir yang selalu datang seiring turunnya hujan. Tak kurang dari 57 titik banjir tercatat saat itu, termasuk kawasan dan jalan-jalan utama.

Saat ini kota yang dibelah Sungai Musi tersebut memang masih kerap tergenang. Tapi, kondisinya sudah jauh lebih baik. Titik banjir yang terdeteksi pun tinggal enam.

"Kami mulai menyatakan perang dengan banjir pada 2005. Saat itu banjir memang cukup parah. Banjir terdata sampai 57 titik," ujar Yahya Ilyas, kepala Subdinas Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Palembang, kepada Riau Pos (Grup Jawa Pos) kemarin (9/2).

Ilyas menjelaskan, secara umum, banjir di perkotaan terjadi karena kapasitas saluran drainase tidak mencukupi lagi untuk mengalirkan debit air hujan. Apalagi dengan banyaknya pembangunan, kawasan rawa yang bertugas meresap air kian hilang. Itu lebih diperparah jika saluran drainasenya tersumbat karena sampah dan lainnya. Akibatnya, air meluap ke jalan, menggenangi rumah-rumah penduduk, perkantoran, bahkan masjid dan rumah sakit.

Namun, menurut Ilyas, membenahi seluruh drainase kota secara serentak jelas sangat sulit, bahkan tidak mungkin. "Karena itu, kami mencari solusi dengan pembuatan drainase primer, pompanisasi, pembangunan kolam retensi, dan pemasangan box culvert," jelasnya.

Sama seperti Pekanbaru, semua sistem drainase di Palembang juga bermuara di sungai besar. Pemkot Palembang membuat satu drainase primer yang menampung air buangan dari seluruh kota sebelum bermuara ke sungai.

Secara bersamaan, dibangun kolam retensi. Kolam itu berfungsi sebagai resapan air, menggantikan fungsi rawa yang semakin berkurang seiring dengan giatnya pembangunan kota. Saat ini ada 17 kolam retensi di seluruh wilayah Kota Palembang. Luasnya bervariasi. Ada yang setengah hektare, ada juga yang satu hektare lebih. Bergantung ketersediaan lahan.

"Tapi, air di kolam retensi ini juga harus mengalir sehingga bisa benar-benar berfungsi sebagai tempat penampungan sementara. Kalau tidak ada kolam retensi, air tentu akan meluap dan menggenang permukiman dan jalan," katanya.

Menariknya, kolam yang terletak di tempat-tempat strategis itu belakangan sangat dirasakan manfaatnya, yakni menyejukkan kota. Bahkan, masyarakat menjadikan areal kolam sebagai tempat rekreasi.

Untuk mengatasi genangan air di jalan-jalan utama, dilakukan pemasangan pompa dan box culvert. Pompa dipasang di beberapa titik rawan banjir untuk mengalirkan air yang menggenangi ruas jalan. Sementara itu, box culvert (sejenis gorong-gorong dari beton bertulang yang berbentuk kotak, Red) dipasang di bawah ruas jalan.

"Fungsinya, mengalirkan air agar tidak membanjiri salah satu sisi jalan. Pengalaman kami, box culvert ini sangat membantu mengatasi ruas jalan yang banjir," tambahnya.

Dari berbagai upaya itu, warga Kota Musi memang sudah bisa bernapas lebih lega. Tak ada lagi rasa waswas rumah akan kebanjiran saat hujan turun atau tidak bisa pulang karena takut kendaraan mogok akibat jalanan tergenang. Kondisi serupa tentu dirindukan warga kota-kota lain di Indonesia, yang telah sekian tahun jadi langganan banjir. (*/jpnn/ib)



Post Date : 10 Februari 2008