Belajar Daur Ulang Sampah untuk Melanjutkan Sekolah

Sumber:Suara Pembaruan - 15 Juni 2009
Kategori:Sampah Jakarta

Niatnya meneruskan sekolah, tetapi apa daya, uang tidak punya. Punya tekad untuk bekerja, tetapi umur belum mencukupi dan keahlian tidak punya. Maka, akhirnya menjadi anak jalanan.

Itulah nasib yang dialami Aditya (14), Watir (16), dan Erni (20). Tiga bocah itu adalah anak jalanan di Ibukota yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen, joki three in one, tukang ojek payung, dan tukang cuci.

Aditya, warga Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat, bekerja sebagai joki three in one di Masjid Istiqlal, Jakpus. Jika hujan, ia merangkap sebagai tukang ojek payung di kawasan itu.

"Saya hanya lulus SMP dan tidak melanjutkan ke SMA karena orangtua tidak mampu. Daripada di kontrakan bengong dan dipengaruhi teman memakai narkoba, lebih baik jadi joki," kata Aditya saat ditemui SP di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta, akhir pekan lalu.

Sementara Watir, warga Galur, Cempaka Putih mengaku sebagai pengamen di kawasan Senen dan Galur. Sudah hampir setahun dia bekerja sebagai pengamen setelah berhenti dari SMP. Pekerjaan itu dilakukannya untuk membantu orangtuanya. "Beberapa kali saya ditangkap petugas. Tetapi, saya harus melakukannya untuk membantu orangtua," tuturnya.

Senada dengan Aditya dan Watir, Erni memilih jadi pengamen juga karena harus membantu orangtua. Keterbatasan pendidikan yang dimilikinya yang hanya lulusan SD juga membuat dia harus menjadi pengamen. Sesekali ia menjadi tukang cuci di kawasan Kwitang, Jakpus yang menjadi tempat tinggalnya.

"Yang bisa saya lakukan hanya itu. Saya kepingin sekali bekerja yang lain, tetapi pendidikan saya rendah," jawab Erni.

Mereka menyadari tidak selamanya menjadi anak jalanan. Di samping penghasilan yang tidak menentu dan sangat kecil, maksimal sekitar Rp 30.000 per hari, mereka juga harus kucing-kucingan dengan petugas Tramtib. Kalau sampai ketahuan petugas, mereka ditangkap dan dibawa ke panti sosial.

Komunitas Daur Ulang

Atas dasar itu mereka lalu memilih bergabung ke komunitas Pencinta Daur Ulang Sampah. Komunitas ini dibentuk Suku Dinas (Sudin) Sosial Jakpus. Dalam komunitas ini, mereka bergabung dengan 50 anak jalanan dari berbagai wilayah di Jakpus. "Saya sudah hampir enam bulan ikut komunitas ini. Pertama kali saya diajak Pak Junaedi yang menjadi pendamping saya. Saya ingin belajar proses daur ulang. Kalau berhasil, saya ingin ciptakan sendiri kerajinan yang ada dan dijual ke orang-orang. Jika uangnya banyak, saya ingin meneruskan sekolah," ungkap Aditya ketika berkunjung ke kantor Sudin Sosial di Jl Tanah Abang I, Jakpus.

Pernyataan serupa disampaikan Watir. Dikatakan, komunitas Pencinta Daur Ulang Sampah diharapkan dapat mengubah hidupnya. Ia bertekad mengikuti pelatihan daur ulang secara serius sehingga kegiatan itu memacunya untuk menciptakan kerajinan-kerajinan yang ada. "Saya menyukai komunitas ini. Ada banyak kerajinan yang dibuat. Kalau berhasil, saya akan jual ke siapa saja. Uangnya diberikan ke orangtua dan dipakai untuk melanjutkan sekolah," tukasnya.

Kepala Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Sudin Sosial Jakpus Andi Muchtar yang menerima anggota komunitas di Sudin Sosial mengemukakan, kegiatan yang dilakukan dalam komunitas itu adalah memanfaatkan sampah koran dan kardus bekas. Sampah-sampah itu dipelintir (digulung), lalu dilapisi kain batik. Kemudian dibuat dalam bentuk kerajinan tangan mainan anak-anak seperti mobil, kursi, sepeda motor, pistol, dan berbagai kerajinan tangan lainnya. Produk-produk ini dapat dipajang di rumah sebagai koleksi atau hiasan di rumah.

"Prosesnya tidak sulit, tetapi butuh ketekunan. Apalagi mengajarkan anak jalanan. Mereka yang sudah terbiasa di jalan biasanya cukup susah untuk diubah hidupnya. Tetapi anak-anak ini cukup semangat. Mereka benar-benar serius mempelajari proses daur ulang ini," ujar Andi.

Sementara itu, Kasudin Sosial Jakpus Ika Lestari Aji yang memberikan pengarahan kepada anggota komunitas menjelaskan, program daur ulang sampah adalah untuk mengangkat martabat dan derajat anak jalanan supaya tidak terus-menerus di jalan. [SP/Robertus Wardi]



Post Date : 15 Juni 2009