Belajar dari Luar Negeri, Mestinya Sampah Jabodetabek Dikelola Badan Khusus

Sumber:Kompas - 18 Mei 2005
Kategori:Sampah Jakarta
Pencemaran udara, tanah, dan air yang parah di kota Kitakyushu, Jepang, sekitar 500 kilometer dari ibu kota negara Tokyo pada tahun 1960 membuat masyarakat Jepang tergugah. Asap tebal pabrik, limbah padat yang menggenangi teluk menjadi pemandangan yang memprihatinkan. Untuk menanggulangi polusi yang sudah telanjur parah, pemerintah setempat lalu membuka kerja sama dengan dunia internasional dan mengundang 3.158 pakar dari 142 negara.

KITAKYUSHU juga menggelar Konferensi Kota Pan-Laut Kuning dengan kota- kota di Asia, seperti Ho Chi Minh City, Penang (Malaysia), bahkan Semarang dan Surabaya (Indonesia).

Upaya penanggulangan pencemaran terus dilakukan selama puluhan tahun dan hasilnya dapat dinikmati sekarang ini. Kitakyushu menjadi kota yang bersih.

Kepala Dinas Kerja Sama Lingkungan kota Kitakyushu Emiko Murakami membagi pengalaman tersebut dalam seminar internasional "Badan Usaha Pengelolaan Sampah secara Regional", Selasa (17/5) di Jakarta.

Seminar yang diselenggarakan Departemen Pekerjaan Umum (PU) itu menghadirkan pembicara dari Malaysia, Jepang, dan Australia, sedangkan pengelolaan sampah di Meksiko dipaparkan Direktur Jenderal Perkotaan dan Pedesaan Departemen PU Patana Rantetoding berdasarkan pengamatannya di Monterrey, Meksiko.

Sama seperti Jakarta dan kota-kota besar lain, limbah rumah tangga di Kitakyushu menduduki urutan pertama dalam hal kuantitas.

Tahun 2003 limbah rumah tangga mencapai lebih dari 300.000 ton, limbah pabrik 200.000 ton, limbah yang bisa didaur ulang sekitar 20.000 ton, dan tumpukan limbah (sisa) kurang dari 20.000 ton.

Di Kitakyushu pengumpulan sampah dilakukan pemerintah dan kontraktor. Mereka bahkan mengatur pemisahan dan pengumpulan limbah warga sampai sekecil-kecilnya. Misalnya, limbah rumah tangga dikumpulkan setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat. Botol kaca dan kaleng minuman dikumpulkan setiap Rabu minggu pertama, kedua, dan kelima, sedangkan botol plastik tiap Rabu minggu kedua dan keempat.

Karton susu dikumpulkan di supermarket dan balai warga, sedangkan lampu neon di toko peralatan listrik.

PENGELOLAAN sampah di Malaysia juga melibatkan swasta. Pemerintah Kuala Lumpur, misalnya, memercayakan kepada perusahaan Alam Flora.

General Manager Operasional Alam Flora Sdn Bhd, Nik Adnan Nik Mohd Salleh, mengatakan, masalah sampah di Kuala Lumpur juga melibatkan pemerintah pusat, bahkan untuk urusan pembebasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA).

Privatisasi pengelolaan sampah di Malaysia sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Saat ini telah terbentuk empat konsorsium, yaitu Rumpun Hijau yang mengelola sampah di bagian utara Malaysia, Hicom untuk wilayah pusat dan timur, lalu Consec Gali untuk wilayah selatan, serta MMC untuk wilayah Sabah, Sarawak, dan Labuan.

Konsorsium Hicom inilah yang membentuk Alam Flora Sdn Bhd, yang mengelola manajemen limbah padat di Kuala Lumpur, Selangor, Pahang, Terengganu, dan Kelantan.

Empat konsorsium itu lalu merekrut sekitar 500 kontraktor untuk mengelola sampah.

Studi kasus di Kimbriki, Australia, kerja sama pengelolaan sampah secara regional sudah digagas tahun 1964. Tahun 1980 TPA ditimbuni sampah mencapai 289.000 ton per tahun sehingga masa penggunaannya hanya sampai tahun 2000.

Pemerintah mulai menerapkan 3R (reduce, reuse, recycle) sampah hingga 60 persen. Tahun 2001 satu juta ton sampah di Kimbriki dapat didaur ulang sehingga masa penggunaan lahan TPA bertambah panjang lagi hingga tahun 2060.

Di Monterrey, lembaga Simeprodeso juga berhasil mengelola sampah sampai bisa memproduksi energi listrik untuk menerangi sepertiga penerangan jalan. Dengan investasi 11 juta dollar AS, keuntungan bisa dua juta dollar AS per tahun.

MELIHAT dan mendengar pengalaman di empat negara itu tidaklah berlebihan jika ribuan ton sampah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah saatnya dikelola oleh sebuah badan khusus, entah berupa badan usaha milik daerah atau perusahaan swasta murni. Pemprov DKI Jakarta juga perlu bekerja sama dengan Banten dan Jawa Barat.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, sampah tidak lagi bisa dikelola sendiri-sendiri karena ini menyangkut pengadaan lahan yang luas dan biaya operasional yang mahal.

Kepala Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta Rama Boedi mengaku lebih memilih lembaga berbentuk perseroan terbatas. Ganjalannya, saat ini Pemprov DKI belum mempunyai peraturan daerah yang khusus mengatur sampah. "UU yang akan menjadi acuan saja belum ada," kata Rama.

Mengenai kontraktor, lanjut Rama, sulit mencari yang benar-benar profesional. Dari 100 proposal yang masuk, tidak lebih dari 10 saja yang serius, selebihnya amatiran," katanya.

Departemen PU saat ini sedang menggarap Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC), yang konsepnya mirip dengan Simeprodeso di Meksiko. Consultan JWMC Made Bawayusa mengatakan, direncanakan sampah seberat 2.500 ton dari DKI (1.500 ton), Kota Depok, Bogor, dan Kabupaten Bogor (1.000 ton) akan dibuang ke lahan seluas 100 hektar di Nambo, Kabupaten Bogor. Saat ini lahan yang sudah dibebaskan mencapai 36 hektar. Umur TPA ini bisa sampai 15 tahun.

"Itu baru sampah dari zona selatan. Zona barat dan timur belum ada lahannya," kata Made, yang dibenarkan Direktur Perkotaan Metropolitan Departemen PU Parlindungan Simanjuntak.

Nah lho?! Lagi-lagi terganjal pembebasan lahan. (Susi Ivvaty)

Post Date : 18 Mei 2005