|
BAGAIMANA agar masyarakat sadar lingkungan bersih? Didirikannya Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) tampaknya bisa menjadi salah satu solusi. Pokmair adalah kelompok pemakai dan pencinta air bersih. Kelompok ini sudah ada di Jawa Tengah (Jateng) sejak tahun 1980-an. Kepala Subdinas Promosi Kesehatan dan Kebersihan Lingkungan (Kasubdin PKPL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng Aburrachim Gaffar menjelaskan, kelompok ini lahir sebagai tindak lanjut atas keluarnya peraturan sarana air bersih (SAB) yang sebelumnya diatur dalam keputusan presiden. Seharusnya, katanya kepada Media di Semarang kemarin, kelompok ini sudah ada di pelosok pedesaan sejak tahun 1974. Namun kelompok itu baru bisa direalisasikan antara 1980-1986. Di Jateng, sebanyak 24 kabupaten sebenarnya telah memiliki Pokmair. Pokmair sendiri merupakan kelompok pemakai air bersih yang dibentuk dan beranggotakan masyarakat pedesaan setempat. Mereka secara swadaya membentuk kelompok dengan fasilitator pemerintah kabupaten (pemkab) setempat dengan fungsi mendekatkan air bersih baik dari pegunungan, sungai, air bersih tadah hujan maupun sumber mata air lain ke rumah-rumah penduduk di pedesaan. Kemampuan dan pemipaan (pipanisasi) air bersih ini ternyata lumayan. Satu sumber di sebuah pedesaan, bisa dinikmati oleh penduduk desa di rumahnya masing-masing, dengan rasio penggunaan sebuah pipa bisa memenuhi kebutuhan air bersih sebanyak 200 jiwa di desa tersebut. "Namun secara nasional hingga saat ini saya baru mendengar dan melihat langsung bulan Juli 2005 kemarin di Desa Karang, Kecamatan Karang Padan, Kabupaten Karanganyar," kata Gaffar. Pokmair di Karanganyar ini, menurut Gaffar, muncul di salah satu stan pameran yang saat itu dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka memperingati Pekan Kesehatan Nasional 2005 yang dipusatkan di Karanganyar, Jateng. Pokmair dilakukan secara swadaya masyarakat. Warga melakukan pipanisasi air yang kemudian menjadi keran umum. Keran umum inilah yang dijadikan fasilitas penduduk pedesaan untuk mengonsumsi air bersih. Pemkab dalam hal ini hanya sebagai fasilitator. Pemkab setempat melakukan pencarian sumber air bersih. Kemudian menguji kelayakan dan kandungan kimia air bersih serta melakukan pendataan. Soal pengelolaan air bersih, menurut Gaffar, sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat setempat, mulai dari pemeliharaan, penggerakan organisasi dan iuran. Pengurusan pengaliran juga dilakukan secara swadaya oleh penduduk setempat. Di Desa Karang, warga secara swadaya melakukan iuran sebesar Rp1.000 untuk pemeliharaan dan menyalurkan air bersih sampai ke rumah mereka masing-masing maupun melalui keran umum yang dibuat di pusat pedesaan. Guna keperluan pemeliharaan, pemkab setempat melakukan pengarahan dan penyuluhan melalui petugas penyuluhan lapangan puskesmas. "Mereka dibantu oleh petugas penyuluh kesehatan dari puskesmas setempat bagaimana memelihara pipa dan kadar air bersihnya. Bahkan dinas kesehatan setempat menerjunkan penyuluh lapangan puskesmas yang juga terampil mengoperasikan dan memperbaiki pipa-pipa penyalur air bersih," tegas Gaffar. Maka tidak heran jika beberapa anggota maupun Pokmair sekarang ini mahir merawat fasilitas air bersih tersebut dalam jangka panjang. Untuk kepengurusan Pokmair, pemkab setempat memang memercayakan kepengurusan kepada desa masing-masing yang ada sumber air bersihnya. Mereka membentuk pengurus dari masyarakat desa untuk masyarakat desa. "Ketua bisa saja seorang guru SMP maupun imam sebuah masjid atau tokoh masyarakat setempat. Ibu-ibu PKK juga dilibatkan," tegas Gaffar. Air yang berasal dari alam ini adalah pemberian Tuhan, karena itu harus dijaga kelestariannya. Lutfiah Sungkar, seorang ustazah, mengingatkan, dengan air (tentunya yang bersih), kita bisa sehat. "Oleh sebab itu, pemberian Tuhan ini harus kita jaga," katanya kepada Media di Jakarta kemarin. Sesuai dengan amanah Nabi Muhammad, kita pun akan memperoleh pahala sepuluh kali lipat dari Allah jika kita bisa menjaga lingkungan kita. "Ini akan memperberat timbangan amal baik kita, dan tentu saja, mengurangi timbangan dosa. Namun, jangan lupa pula untuk menjaga kebersihan rumah kita agar tidak mengganggu lingkungan sekitar," katanya. Lutfiah mengingatkan Allah tidak akan menjanjikan surga kepada orang yang mengganggu kenyamanan orang lain, termasuk jika tidak menjaga lingkungan, termasuk sumber air. Selain menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri, katanya, diperlukan pula contoh dari pimpinan di lingkungan. Misalnya saja, ketua RT mengajak warganya untuk bekerja bakti menyingkirkan sampah setiap hari Minggu. "Agar ditiru oleh warga, ketua RT ini terlebih dahulu harus memberikan contoh yang baik dengan menjaga kebersihan diri dan rumahnya." (PW/RG/S-4) Post Date : 08 Desember 2005 |