|
Bekasi, Kompas - Kontrak kerja sama penggunaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Bekasi, dan pengelola TPA hampir selesai, namun sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai rancangan kontrak kerja sama yang baru. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi Ahmad Syaikhu, yang terlibat dalam tim evaluasi TPA sampah Bantar Gebang, mengungkapkan, rancangan kontrak kerja sama yang baru dapat dibuat apabila sudah ada hasil kajian akhir tentang rancangan induk (masterplan) TPA Bantar Gebang. "Kajian ini seharusnya dikerjakan DKI, tetapi sampai sekarang belum ada hasilnya. Karena itu, Pemkot Bekasi menggunakan konsultan independen untuk mengkaji kondisi TPA dan hasilnya baru ada dua sampai tiga bulan ini," kata Syaikhu, Senin (5/6). "Membuat rancangan kerja sama itu mudah, tetapi sebelumnya diselesaikan dulu kajian ilmiahnya," ujarnya. Syaikhu mengakui, meski ada kelemahan dari PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) selaku pengelola TPA saat ini, dalam masa transisi selama tiga bulan ke depan pengelolaan TPA Bantar Gebang masih diserahkan pada PT PBB. Hal itu untuk menghindari terbengkalainya pengelolaan sampah di TPA tersebut. Dari pemantauan lapangan dan pengumpulan hasil kajian Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, diakui Syaikhu, mengindikasikan bahwa kondisi penampungan TPA Bantar Gebang sudah hampir penuh. Apabila model pengelolaan sampahnya masih menggunakan sanitary landfill atau open dumping, lahan penampungan TPA dipastikan tidak bertahan lama. Dalam laporan hasil pemantauan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi pada bulan April 2006, antara lain dijelaskan, dari lima zona yang dibuka untuk pembuangan sampah, kini tersisa dua zona pembuangan yang masih aktif. Karena itu, direkomendasikan agar volume sampah yang dibuang ke TPA Bantar Gebang dikurangi dengan cara diolah terlebih dulu di Jakarta. "Dalam catatan tim, ada beberapa hal yang memang harus dibenahi. Antara lain menyangkut manajemen pengelolaan TPA yang harus diperbaiki. Di pihak lain, Pemda DKI juga sudah harus memiliki teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan sehingga mengurangi dampak-dampak negatifnya terhadap lingkungan sekitar TPA," kata Syaikhu. Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat, pada tahun 2005 sampah Jakarta mencapai 6.000 ton per hari. Lebih dari separuhnya, sekitar 3.100 ton, merupakan sampah yang dihasilkan dari limbah rumah tangga dan permukiman penduduk Jakarta. Sementara sisanya berasal dari sampah perkantoran, industri, dan sekolah. Sebagian besar dari sampah yang dibuang dan ditimbun di TPA Bantar Gebang adalah sampah organik dan sisanya, sampah nonorganik, termasuk golongan bahan berbahaya dan beracun (B3). Pengelolaan TPA sampah Bantar Gebang oleh PT PBB dimulai pada Agustus 2004. Pada akhir bulan Juni, kontrak kerja sama dengan PT PBB sebagai pihak ketiga akan berakhir. Akan tetapi, karena perusahaan bersama antara Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi belum juga terbentuk, kontrak kerja sama dengan PT PBB akan diperpanjang tiga bulan. Untuk itu Pemprov DKI bersedia menaikkan biaya tipping fee dari Rp 52.500 per ton sampah menjadi Rp 60.070 per ton sampah. Dua bulan Secara terpisah, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Rama Boedi mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah membuat kajian mengenai TPA sampah Bantar Gebang. Menurut Rama Boedi, konsep dari hasil kajian keberadaan TPA sampah Bantar Gebang itu sudah diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. "Sebenarnya sudah tidak ada masalah. Konsepnya sudah kami serahkan ke eksekutif sekitar dua bulan lalu," Rama Boedi menjelaskan. Bahkan, kata Kepala Dinas Kebersihan DKI ini, hasil kajian itu akan dibahas dalam waktu dekat. "Minggu depan kami sudah akan bahas bersama dengan eksekutif," kata Rama Boedi.(COK/PIN) Post Date : 06 Juni 2006 |