|
JAKARTA -- Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih kemarin menegaskan longsornya gunungan sampah di tempat pembuangan akhir Bantargebang, yang menewaskan tiga pemulung, bukan sekadar kesalahan para pengais sampah itu. "Memang pemulung salah, tapi pengelolaan juga salah," katanya kemarin. Saat ini, yang menjadi pengelola tempat sampah Bantargebang adalah PT Patriot Bangkit Bekasi. Selaku pengelola, kata Akhmad, PT Patriot dianggap bersalah lantaran telah melanggar beberapa hal, misalnya tidak langsung mengolah sampah sesaat setelah diturunkan dari truk-truk pengangkut. Selain itu, tidak menyusun sampah dengan ukuran kemiringan yang landai. "Saya lihat kemarin kemiringan gunungan sampah sangat terjal. Maka longsor sangat mungkin terjadi," ujarnya. Karena itu, kata dia, bencana meninggalnya tiga pemulung menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan pengelola. Maklum, sampah tersebut berasal dari Jakarta. Sebenarnya, masa kontrak PT Patriot sebagai pengelola sudah selesai sejak dua bulan lalu. Mengingat belum ada gantinya, keberadaan mereka diperpanjang sementara. Namun, Pemerintah Kota Bekasi akan meminta kenaikan uang jasa pengelolaan sampah di Bantargebang, jika badan usaha bersama Bekasi dan pemerintah Jakarta tidak terbentuk hingga akhir tahun ini. "Kalau pengelolaan masih seperti ini, pada 2007 kami minta kenaikan tipping fee," kata Akhmad. Tahun ini yang dibayar Rp 60.070 per ton sampah setiap bulan. Dari jumlah itu, 20 persen masuk ke Pemerintah Kota Bekasi. Sementara itu, setiap hari sampah Jakarta yang masuk ke lokasi pembuangan seluas 108 hektare di Bantargebang sekitar 5.000 ton. Akhmad mengungkapkan, saat ini pembentukan badan usaha bersama masih dalam pembahasan. "Soal draf, belum jadi." Pembahasannya meliputi saham, direksi, dan bentuk badan usaha itu. Dia tidak bersedia mengungkapkan berapa persen pembagian saham Bekasi dan Jakarta. Akhmad juga meminta kepastian Jakarta agar segera membebaskan lahan seluas 2,3 hektare, yang selama ini masih ditempati warga. "Coba kalau sampah yang kemarin longsor tersebut menimpa warga di lahan itu. Bisa gawat!" Sumber di Pemerintah Kota Bekasi menceritakan, belum finalnya keputusan membebaskan lahan yang dihuni lima keluarga itu terganjal harga jual, yang masih belum ada kesepakatan. Pemerintah DKI Jakarta bertahan dengan memasang harga penawaran sesuai dengan nilai jual obyek pajak, yaitu Rp 80 ribu per meter persegi. Pemilik lahan meminta Rp 275 ribu. SISWANTO Post Date : 18 September 2006 |