|
BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi kesulitan mengangkut seluruh sampah warganya. Dari 6.000 meter kubik sampah yang diproduksi dalam sehari, hanya 2.500 meter kubik yang bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sumur Batu. “Kami kekurangan alat angkut,” kata Dedi Djuanda, Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi, kepada Tempo kemarin. Sampah tersebut berasal dari sekitar 2 juta jiwa penduduk Kota Bekasi, didominasi sampah rumah tangga, sekitar 87 persen dari keseluruhan. Sisanya, 13 persen merupakan sampah pasar. Akibat banyaknya sampah yang tidak terangkut, fasilitas umum dalam kota menjadi kotor. Dalam pantauan Tempo, sampah banyak berserakan di Jalan Juanda depan pasar induk, lapangan serbaguna, dan Taman Cut Meutia. Problem sampah menjadi serius bagi pemerintah Kota Bekasi. Karena sampah itu, Bekasi meraih predikat Kota Terkotor untuk kategori kota metropolitan peserta Piala Adipura 2008. Nilai kebersihan kota hanya 64,89 poin atau berada di urutan buncit dari 14 kota metropolitan peserta Piala Adipura. Tahun sebelumnya, Kota Bekasi juga berada di peringkat paling bawah. Menurut Dedi, armada angkut sampah milik pemerintah sangat minim, hanya 86 kendaraan jenis truk. Idealnya, kata Dedi, satu truk angkut sampah menangani 10 ribu warga. Artinya, Kota Bekasi membutuhkan 2.000 kendaraan angkut sampah untuk 2 juta jiwa warganya. Sistem pengangkutan sampah memakai kontainer yang dipasang di beberapa sudut kota juga tidak memadai untuk menampung seluruh sampah warga. Jumlah kontainer hanya 120 unit, masih kurang sekitar 350 unit. Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad mengakui masih banyak sampah warga yang tidak terangkut ke TPA Sumur Batu. Selain karena minimnya armada angkut, anggaran operasional Dinas Kebersihan hanya Rp 2,5 miliar per tahun. “Idealnya Rp 5 miliar,” katanya. Hamluddin Post Date : 03 Juli 2008 |