|
BEKASI - Pemerintah Kota Bekasi mulai membangun lubang biopori untuk resapan air hujan guna mengantisipasi banjir. Lubang biopori, dengan cara mengebor tanah sedalam satu meter, dibuat di lingkungan sekolah, perkantoran, dan rumah warga. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Dudy Setiabudhi mengatakan setiap kawasan dibuat 20-30 lubang sumur biopori. Jarak antarlubang biopori 1-2 meter dengan diameter lubang sekitar 10 sentimeter. "Supaya air hujan langsung terserap ke dalam tanah," kata dia kepada Tempo kemarin. Kawasan yang telah dibor antara lain di 20 sekolah--mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah atas--pondok pesantren, halaman kantor Pemerintah Kota Bekasi di Jalan Achmad Yani, hingga rumah-rumah warga seperti di Perumahan Nasional I, Kota Bekasi. Adapun alat bor biopori yang telah disebar Pemerintah Kota Bekasi berjumlah 20 buah, dengan kapasitas bor sedalam satu meter. Alat bor itu dipinjamkan kepada warga untuk digunakan secara bergiliran mengebor halaman rumah masing-masing. "Minimal satu rumah membuat 20 lubang biopori," kata Dudy. Dudy mengungkapkan sumur biopori dibuat karena saluran air di wilayah perumahan kecil dan tidak mampu menampung air hujan dalam kondisi lebat. Kecilnya saluran air itu disinyalir sebagai penyebab utama banjir yang sampai melumpuhkan fasilitas umum, seperti Rumah Sakit Islam dr Subki Abdulkadir, yang harus tutup selama satu pekan. Lubang biopori, kata Dudy, akan dibuat merata di 12 kecamatan di Kota Bekasi. Target pembuatan lubang biopori itu supaya air hujan yang turun tidak lagi masuk ke saluran, tapi langsung terserap ke dalam tanah. Menurut Dudy, lubang biopori memiliki fungsi ganda. Selain sebagai serapan air hujan dan sampah organik, lubang ini menambah cadangan air di dalam tanah serta meningkatkan kesuburan tanah. Pemerintah Kota Bekasi juga berencana membangun sumur resapan seluas 1 x 1 meter. Bentuknya seperti septic tank yang ditanam di bawah tanah pada kedalaman sekitar tiga meter. "Untuk pembuatan sumur resapan (saat ini) belum bisa karena biayanya besar," katanya. Antisipasi lainnya yang dilakukan pemerintah setempat dalam menghadapi banjir adalah menyiagakan posko banjir. Dinas Kesehatan Kota Bekasi menjadikan 31 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di 12 kecamatan sebagai posko siaga banjir. Di puskesmas tersebut disediakan obat-obatan dan perahu karet untuk mengevakuasi warga yang terisolasi akibat banjir. Juga disiapkan pompa air berkapasitas 400-800 liter per detik. "Posko inti ada di kantor Dinas Kesehatan," kata Kepala Bidang Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Bekasi Anne Nurcandrani ketika dihubungi Tempo. Adapun penyakit paling rawan yang patut diwaspadai pascabanjir, kata Anne, adalah diare, yang banyak menyerang usia anak-anak. Menurut dia, penyebabnya adalah perilaku dan kebersihan lingkungan warga yang tidak terjaga. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, jumlah penderita diare pada November 2007 sebanyak 68 kasus. Angka ini lebih banyak daripada bulan sebelumnya yang hanya 52 kasus. Hamluddin Post Date : 10 Desember 2007 |