Beban Warga Menanggung Dampak Krisis Air Bersih

Sumber:Kompas - 16 Maret 2009
Kategori:Air Minum

Selama sepekan, warga Kota Palembang harus menghadapi ”bencana” yang datang bertubi-tubi, mulai dari bencana banjir yang diperparah terputusnya layanan air bersih akibat meningkatnya frekuensi penghentian bergilir.

Di tengah zaman yang tengah dilanda krisis keuangan seperti ini, tentu hal itu semakin menambah beban dan derita warga Kota Palembang, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Alasannya jelas, selain mereka tidak bisa beraktivitas karena kegiatan ekonomi terhambat, situasi ini juga menambah beban warga karena mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk mengurus segala kebutuhan rumah tangga.

Sebagian keluhan warga Palembang ini dilontarkan oleh kalangan ibu rumah tangga yang harus menghitung ulang pengeluaran dan pendapatan keuangan rumah tangga karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air bersih. Nuraina (45), warga Kelurahan 27 Ilir, mengatakan dia harus mengeluarkan Rp 20.000 per hari untuk membeli dua jeriken air bersih. Biaya ini tentu sangat memberatkan bagi dia yang berasal dari keluarga pas-pasan.

”Karena air bersih mati tiga hari berturut-turut, akibatnya saya harus keluar uang lagi Rp 60.000 untuk kebutuhan selama tiga hari itu. Padahal, uang itu bisa dibelikan beras atau lauk-pauk lainnya. Kemudian, biaya lainnya harus dipangkas karena ekonomi saya hanya pas-pasan,” katanya.

Menurut Zarkazy (32), warga Kelurahan 27 Ilir lainnya, sekitar 25 rumah di lingkungan tempat tinggalnya tidak mendapat suplai air bersih sama sekali selama tiga hari ini. Ketika menanyakan ke pihak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), petugas menjawab bahwa masalahnya terletak pada listrik.

”Karena listrik mati, layanan air bersih ke warga juga mati. Ini sangat merepotkan kami karena warga di perkotaan sangat bergantung pada suplai air bersih dari PDAM,” katanya.

Untuk mandi dan mencuci pakaian, sebagian besar warga saat ini harus menggunakan air dari pinggiran Sungai Musi yang berwarna coklat. Sedangkan untuk keperluan memasak dan minum, warga terpaksa membeli suplai air bersih dari para pedagang keliling seharga Rp 10.000 per jeriken 12 liter.

PDAM diingatkan

Sejumlah masyarakat mengingatkan pihak PDAM agar lebih proaktif dalam melakukan pelayanan suplai air bersih. Hal ini karena sebagian besar warga Kota Palembang sangat mengandalkan pasokan air bersih dari PDAM untuk berbagai keperluan mulai mencuci, memasak, dan bahkan untuk minum.

”Dua hari saja PDAM tidak melayani, bagi warga sama saja dengan krisis air bersih. Ini karena warga tidak punya sumber air bersih lainnya. Sebagian memang ada yang menampung air hujan, namun tidak bisa diharapkan,” kata Zarkazy.

Ketika dikonfirmasi ke bagian distribusi pelanggan, pihak PDAM beralasan kejadian ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Terputusnya pasokan air bersih ke pelanggan ini terjadi karena frekuensi pemadaman bergilir meningkat selama sekitar sebulan terakhir. Akibatnya, mesin pompa distribusi tidak bisa dihidupkan karena mesin ini sangat tergantung dari listrik PLN.

Namun, seharusnya PDAM bisa memetik pelajaran dari pengalaman yang sudah lalu bahwa tidak ada salahnya jika PDAM mulai memikirkan suplai listrik alternatif agar pelayanan dan distribusi bisa tetap berjalan setiap saat. (ONI)



Post Date : 16 Maret 2009