|
Lilik (75), warga RT 07 perumahan Ciledug Indah, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, terduduk di bangku bambu, di samping sebuah tempat makan di perumahan itu, Jumat (20/4) sore. Sesekali isak tangisnya pecah setiap kali pensiunan guru SMK 2 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu memandang ke arah jalanan perumahannya yang terendam banjir. Air mata mengucur di pipinya yang sudah keriput. Anak lelakinya yang berusia sekitar 20 tahun langsung mengelus-elus punggung ayahnya. ”Sudahlah, Pa. Tenang saja. Barang-barang sudah diamankan di tempat yang agak tinggi. Kita berdoa saja agar air tidak naik lagi,” kata si bungsu dari tiga bersaudara itu menghibur hati ayahnya. Setelah sempat tenang, tanpa sadar Lilik yang sudah pensiun 15 tahun lalu itu melihat lagi ke arah rumah yang terendam banjir. Saat itu pecah lagi isak tangisnya. Kelelahan tampak di wajahnya. ”Setiap kali melihat banjir, saya sedih sekali karena ingat rumah terendam banjir,” ujar Lilik. Wajar saja Lilik sedih karena rumahnya yang dibeli secara kredit melalui bank itu selalu kebanjiran. Tidak ada hujan saja rumahnya sering kebanjiran setiap kali Sungai Angke di samping perumahan meluap. Apalagi ditambah hujan. ”Rumah saya sudah menjadi langganan banjir. Bulan ini saja sudah tiga kali banjir, yaitu awal April, pertengahan Mei, dan hari ini banjir lagi,” keluh Lilik. Awal April lalu air merendam rumahnya setinggi 1,5 meter. Di sekitar rumahnya, banjir sangat tinggi karena lokasi itu paling rendah. ”Rabu kemarin hujan lagi. Ketinggian air mencapai 60 sentimeter. Kamis kemarin banjir saat saya dan anak-anak baru selesai membersihkan bekas banjir pada hari Rabu. Semalam, televisi yang baru selesai diservis sudah bisa digunakan. Eh, tadi pagi sekitar pukul 03.00 air masuk rumah lagi karena kali meluap lagi. Kebanjiran lagi,” kata Lilik yang menggantungkan hidup hanya dari uang pensiun guru. Apriyani (36), warga RT 06 RW 02, juga mengaku capek karena harus bolak-balik keluar masuk kompleks untuk mengangkut barang. ”Kalau barang tidak diselamatkan, besok-besok kami mau pakai apa?” kata Apriyani. Bosan Perumahan Ciledug Indah 1 memang langganan banjir. Sejak kompleks itu terbangun tahun 1986, warga di perumahan itu terus-menerus kebanjiran. ”Banjir paling parah tahun 2002 dan 2007. Jalan Ciledug Raya saja sampai setinggi hampir 1 meter. Waktu itu tinggi air sampai serumah. Setelah itu paling tinggi sedada orang dewasa,” jelas Lilik. Perumahan lain yang rawan banjir di Kota Tangerang adalah Wisma Tajur, Puri Kartika, Ciledug Indah II, Pinang Griya, Petir, Pondok Bahar, dan Duren Villa. Di Kota Tangerang Selatan, warga Griya Sing Asri, Jalan Merpati Raya RT 02 RW 03, Kelurahan Sawah, Kecamatan Ciputat juga kebanjiran. ”Ini sudah dua kali terjadi dalam bulan April ini. Yang paling parah awal April lalu,” kata Aulia, salah seorang warga. Lilik, Toni, Aulia, dan warga lainnya sudah bosan dengan banjir. Mereka tak mau pindah ke lokasi lain karena harga jual rumah mereka jatuh. Padahal, mereka harus membeli rumah baru dengan harga yang lebih mahal. Karena itu, mereka mendesak pemerintah kota di wilayah masing-masing segera mengatasi persoalan banjir itu. ”Harus ada solusi. Tak bisa begini terus. Perbaikan tanggul tidak menghentikan banjir,” kata Toni. Kini tinggal kearifan dan kemauan keras pemimpin wilayah dalam memecahkan masalah banjir. Hasilnya pun tidak cukup sekadar terlaksana proyek, tetapi harus benar-benar dirasakan warga. (Pingkan Elita Dundu) Post Date : 21 April 2012 |