|
JAKARTA - Tingginya harga tanah yang dipatok warga di wilayah sekitar proyek Banjir Kanal Timur (BKT) membuat pengerjaan proyek ini tersendat. Akibatnya, dari total rencana 400 hektare (ha) lahan yang harus dibebaskan hingga tahun 2007, saat ini baru sekitar 68 ha yang telah dibebaskan. Untuk itu, bulan Februari nanti, pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP), yang mengatur masalah pembebasan lahan warga yang akan terkena proyek BKT. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU), DKI Jakarta, Fodli Misbac kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat (27/1). Ia menjelaskan, setelah dikeluarkannya PP tersebut, warga yang terkena pembebasan lahan untuk proyek BKT tidak akan dapat mematok harga seenaknya sehingga hambatan dalam pelaksanaan pembangunan proyek tersebut yang selama ini dihadapi Pemprov DKI dapat segera diatasi. "Sejauh ini, kendala yang kami hadapi dalam melaksanakan proyek BKT tersebut hanya soal harga tanah. Warga mematok harga tanah mereka terlalu tinggi. Padahal, seharusnya mereka tidak dapat melakukan itu, soalnya proyek ini kan untuk kepentingan umum," jelasnya. Dalam PP tersebut, katanya, akan diatur mengenai pembebasan tanah warga yang terkena proyek BKT. Ada kemungkinan harga pembebasan akan ditinjau lagi sehingga tidak lebih dari harga pasar. "Harga pasar juga bervariasi karena bergantung pada camat, lurah, dan notaris di setiap kawasan. Soalnya, antara lurah atau camat yang satu dengan yang lain berbeda-beda dalam menentukan NJOP dan itu akan berpengaruh pada harga pasar," imbuhnya. Jika warga tidak setuju dengan harga yang ditawarkan oleh Pemprov DKI maka akan dilakukan konsinyasi. Apabila konsinyasi telah dilakukan tetapi warga masih tetap tidak setuju dengan harga yang ditetapkan, Pemprov akan mencabut hak mereka atas tanah tersebut. "Soalnya kalau tidak diatur dengan PP tersebut, warga seenaknya saja menentukan harga sehingga menghambat kelancaran proyek ini," jelasnya. Saat ini, kata dia, warga meminta pergantian harga tanahnya di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Salah satunya di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. NJOP di daerah tersebut sekitar Rp 1 juta/m2. Warga meminta agar tanah mereka dibebaskan dengan harga Rp 2 juta/m2. Padahal, untuk pembebasan lahan warga tahun ini, Pemprov DKI hanya mendapatkan anggaran dari APBD Rp 450 miliar. Dengan anggaran sebesar itu, luas tanah yang dapat dibebaskan di tahun ini hanya sekitar 70 - 100 ha. "Soalnya, banyak kawasan yang harus dibebaskan merupakan daerah dengan penduduk yang padat. Selain itu juga NJOP-nya sudah mahal," tuturnya. Fodli mengatakan, hingga tahun 2007 Pemprov DKI berencana membebaskan sekitar 400 ha lahan untuk digunakan dalam proyek BKT ini. Tetapi sejak digulirkannya rencana proyek ini pada tahun 2002, pihaknya baru berhasil membebaskan sekitar 68 ha lahan warga. Sedangkan sisanya masih belum dapat dibebaskan karena warga meminta harga terlalu mahal. "Untuk membebaskan 68 ha tanah tersebut, Pemprov telah mengeluarkan dana dari APBD DKI Jakarta sekitar Rp 200 miliar," ujarnya. Menurut Fodli, lahan yang telah dibebaskan sebagian besar berada di Cakung Utara, Marunda, Cakung Timur, dan sebagian Duren Sawit. Tanah-tanah tersebut dibebaskan dengan uang penggantian sesuai dengan NJOP, yaitu antara Rp 300.000 - Rp 700.000/m2. "Harga yang terendah kami bayar untuk tanah yang tidak ada rumahnya. Harga tersebut bervariasi di tiap wilayah karena tergantung pada camat dan lurahnya," kata dia. (Y-6) Post Date : 29 Januari 2005 |