Baron-Ngobaran Penuhi Kebutuhan 69.000 Jiwa

Sumber:Kompas - 26 Agustus 2008
Kategori:Air Minum

Wonosari, Kompas - Pemanfaatan air dari sungai bawah tanah Baron dan Ngobaran di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, ditargetkan selesai pada 2009. Sumber air bersih itu mampu memenuhi 69.246 jiwa di Kecamatan Saptosari, Panggang, Paliyan, Tanjungsari, dan Purwosari.

Pembangunan sistem air Baron-Ngobaran ini menggunakan dana dari JICA Jepang dan pemerintah daerah sekitar Rp 100 miliar. Berdasarkan pemantauan di lapangan, pemasangan pipa induk telah sampai di Kecamatan Saptosari. Pipa-pipa berdiameter 12 inci ditanam di pinggir Jalan Raya Wonosari-Panggang. Jaringan pipa induk dari Baron dan Ngobaran akan disatukan dalam bak-bak penampung utama, sebelum didistribusikan melalui sambungan rumah tangga. Sutrisno, teknisi pemasangan pipa air, Senin (25/8), menjelaskan pemasangan pipa dibagi dua kelompok, ke jalur Tanjungsari dan Saptosari-Panggang-Purwosari. Jaringan pipa akan mengalirkan air dari Baron yang disedot menggunakan tiga pompa bertenaga listrik.

Air disaring terlebih dahulu, sebelum didistribusikan ke pelanggan. Tidak sesuai Eko Subiantoro, Kepala Badan Perencana Pembangunan Kabupaten Gunung Kidul, menjelaskan sumber air Baron dimanfaatkan 80 liter per detik dari potensi 4.000 liter per detik. Sumber air Ngobaran dipakai 80 liter per detik dari potensi 120 liter per detik. Subsistem Baron disatukan dengan subsistem Ngobaran untuk memanfaatkan pipa yang sudah terpasang, tetapi tidak ada airnya.

Pipa subsistem Ngobaran yang sudah terpasang diameternya terlalu besar dan tidak sesuai dengan debit air yang dimanfaatkan. Pipa-pipa itu hanya keluar angin kalau dibuka kerannya, ujar Eko. Subsistem Baron, lanjut Eko, akan terhubung dengan subsistem Ngobaran pada 2009. Operasional pompa di Baron menggunakan tenaga listrik dengan biaya per bulan sekitar Rp 70 juta. Sumber energi penggerak pompa itu dikhawatirkan membebani perusahaan daerah air minum dan perlu dicarikan energi alternatif yang murah.

Bappeda Gunung Kidul, tambah Eko, sudah menghubungi BPPT mencari teknologi pembangkit energi yang murah. Teknologi itu akan dipasang untuk mengganti tenaga listrik supaya beban operasional tidak besar. Investasi di mesin pembangkit energi penggerak pompa itu bisa mencapai miliaran rupiah. Namun, investasi itu lebih menguntungkan untuk jangka panjang karena operasional pompa bisa 24 jam. Saat ini, rencana operasional pompa rata-rata 8-10 jam dan akan ditingkatkan menjadi 12 jam per hari. (ANG)



Post Date : 26 Agustus 2008