Mencari ikan menjadi pekerjaan utama hampir 90 persen penduduk Desa Pulau Mandangin, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Hasil tangkapan biasanya langsung dijual di tengah laut kepada pedagang yang datang dari Pasuruan dan Probolinggo.
Wajah warga Desa Pulau Mandangin, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, tampak sumringah ketika Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf menginformasikan bahwa dalam waktu dekat di desa itu segera dibangun pengolahan air bersih.
Maklum, selama ini warga di pulau yang luasnya 1.650 kilometer persegi ini mengandalkan air tadah hujan. Air disimpan dalam tandon dan hanya dipakai untuk keperluan memasak, sedangkan untuk mandi dan cuci tetap memanfaatkan air sumur meski kualitasnya buruk.
Saat musim kemarau ada yang membeli air bersih dari Kota Sampang, dengan menggunakan perahu makan waktu selama satu jam. Harga air bersih Rp 5.000 per jeriken (19 liter).
”Bagi penduduk yang punya uang bisa beli air mineral dalam kemasan,” kata Sumerton, guru SD di Mandangin. Ongkos naik perahu Rp 5.000 per orang sekali jalan, sedangkan jika ke Pasuruan atau Probolinggo memerlukan biaya Rp 10.000 per orang sekali jalan dengan waktu tempuh 4 jam.
Air bersih memang menjadi kebutuhan paling mendesak di wilayah itu. Rencana pembangunan pengolahan air bersih di Mandangin sudah menjadi impian seluruh penduduk.
Itu dikarenakan untuk kebutuhan mandi dan cuci saja, mereka selalu kesulitan air bersih. ”Kalau pakai air sumur, selain warna air kuning, rasanya juga asih dan bahkan pahit,” kata Chodijah (40), pemilik warung di Mandangin.
Menurut Bupati Sampang Nurtjahya, proyek pengolahan air bersih dengan memanfaatkan air laut membutuhkan areal seluas 1.500 meter persegi. Tanah untuk lokasi proyek akan dibeli dengan harga sesuai pasar. ”Saya berharap warga tak mengajukan harga tanah berdasarkan keinginan masing-masing, dan tak masuk akal,” katanya.
Kualitas lebih baik
Kualitas air bersih yang akan dibangun itu, kata Bupati, lebih baik daripada yang ada di Jeddah. Proyek akan digarap selama tiga tahun dan menghabiskan dana sekitar Rp 15 miliar. ”Jika proses pembebasan tanah mulus, hasilnya bisa dinikmati warga sekitar 2014,” ucapnya.
Pulau yang dahulu jadi tempat pengasingan bagi penderita kusta, kini dihuni 19.000 jiwa dengan 5.600 kepala keluarga. Mayoritas mereka sebagai nelayan dan beternak kambing.
Mobil pun hanya ada tujuh unit berupa kendaraan bak terbuka untuk mengangkut barang dari dermaga ke rumah penduduk dan sebaliknya. Sepeda motor umumnya dibeli di Kota Sampang dan tak dilengkapi nomor polisi karena hanya berseliweran di pulau itu.
Menurut Kepala Desa Mandangin Hakun, hampir 50 persen penduduk di desa itu tergolong sangat miskin. Mata pencarian utama sebagai nelayan, yang berangkat sekitar pukul 16.00 dan kembali pukul 05.00.
Hasil tangkapan ikan rata-rata 21 ton per tahun, dan umumnya langsung dijual di tengah laut. Ikan dibeli pedagang dari Pasuruan dan Probolinggo. Mereka tak pernah transaksi di darat. Apalagi fasilitas dermaga masih minim.
Secara bertahap, menurut Bupati Sampang Nurtjahya, wilayah Mandangin terus diperbaiki, seperti seluruh jalan akan dipavingisasi. Pusat kesehatan masyarakat juga dilengkapi dokter sehingga jika warga sakit keras tidak perlu dibawa ke Sampang. Bahkan sedang diupayakan pengadaan kapal ambulans.
Pemkab Sampang telah menyediakan ”Rumah Pintar”, berisi perpustakaan umum, komputer, alat penggilingan ikan, dan peralatan penyampaian informasi kepada warga. ”Fasilitas ini semuanya untuk warga agar bisa menambah wawasan dengan membaca buku dan menguasai dunia maya,” katanya.
Wakil Gubernur berharap dengan peningkatan berbagai fasilitas di Mandangin, kesejahteraan warga bisa terdongkrak. Namun, kebutuhan paling penting saat ini adalah bagaimana proyek pengolahan air bersih segera terealisasi. Itu yang urgen. (Agnes Swetta Pandia)
Post Date : 17 Februari 2011
|