Banyumas 5 Tahun Lagi Krisis Air

Sumber:Suara Merdeka - 29 Agustus 2005
Kategori:Air Minum
BANYUMAS - Lima tahun lagi Kabupaten Banyumas diperkirakan akan mengalami krisis sumber air. Perhitungan ini berdasar asumsi, setiap hari ada tiga sumber mata air yang mati (tidak mengalir-Red). Itu akibat penebangan pohon yang ditanam masyarakat dan Perhutani. Padahal, sumber air itu sebagian besar untuk pasokan air bersih ke masyarakat dan kebutuhan irigasi lain.

Data di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemkab menunjukkan, setiap hari jumlah pohon yang ditebang baik yang legal dan ilegal 1.500 pohon. Penebangan itu dilakukan oleh anggota masyarakat dan Perhutani. Pohon yang ditebang, antara lain trembesi, beringin, dan klewek yang memang mampu menyerap dan menampung air dalam skala besar. Satu sumber mata air paling tidak membutuhkan 400-an pohon sebagai penyangga cadangan air.

Dampak Lingkungan

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wisnu Hermawanto mengemukakan, jika terus berlanjut menurut perkiraan sekitar lima tahun ke depan daerahnya bisa mengalami krisis sumber mata air.

''Ini kan memprihatinkan. Sekarang dampaknya belum terasa. Namun, lima tahun lagi pasti terlihat,'' ujarnya, baru -baru ini.

Dia mengungkapkan, angka penebangan pohon berbagai jenis 1.500 batang/hari atau sekitar 500 m3. Jumlah mata air di Banyumas 3.000 tempat. Namun, saat ini tinggal 900 titik saja.

Berdasarkan survei, angka efektif mata air yang masih mengalir di 325 desa di Banyumas kini tinggal 300-an buah. Ada sekitar 600 mata air yang sudah tidak aktif lagi. Diduga, itu juga akibat adanya penebangan yang tidak mengindahkan dampak lingkungan.

''Pada musim kemarau seperti sekarang, tidak semua mata air masih keluar airnya,'' ujarnya.

Wisnu mengakui, kondisi tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah pohon yang ditebang dengan proses penanaman kembali (reboisasi). Dalam lima tahun terakhir, angka penebangan justru sangat tinggi. ''Untuk mereboisasi kembali kami pernah mengajukan anggaran ke DPRD namun belum direspons. Jika ini tidak dipikirkan bersama, dampaknya akan lebih luas nanti,'' tegasnya.

Untuk merehabilitasi sumber mata air tersebut, lanjut Wisnu, minimal perlu anggaran Rp 300 juta. (G22-55j)

Post Date : 29 Agustus 2005