Banyuasin Krisis Air Bersih

Sumber:Kompas - 19 September 2007
Kategori:Air Minum
Banyuasin, Kompas - Pemerintah perlu segera memikirkan solusi atas masalah krisis air bersih yang melanda sejumlah kelurahan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumsel. Sampai sekarang, lebih dari 200 KK di wilayah tersebut masih sulit mendapatkan air bersih karena kualitas air sumur yang memprihatinkan.

Dari pantauan di lapangan, Rabu (18/9), krisis air bersih di Kabupaten Banyuasin ini terjadi di tiga kecamatan meliputi Banyuasin I, Banyuasin II, dan Talang Kelapa. Di Kelurahan Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa misalnya, puluhan warga terpaksa masih mengambil air yang keluar dari lubang bekas galian tambang untuk industri batu bata.

Antrean warga mengambil air dilakukan sejak pagi sampai sore hari. Air tersebut digunakan warga untuk mandi, mencuci, minum, memasak, dan membersihkan peralatan rumah tangga. Padahal, air yang keluar dari lubang galian itu pun bukan air yang bersih dan jernih, sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Kamdi (34), warga setempat yang ditemui di lokasi galian, air sumur di rumahnya sebenarnya sudah mulai mengeluarkan air lagi. Namun, air sumur itu sangat tidak layak untuk aktivitas sehari-hari. Jika digunakan untuk mencuci, pakaian akan berwarna kekuningan. Akibatnya, dia tidak berani memakai air sumur untuk minum dan memasak.

"Selama dua bulan air sumur milik warga di kompleks ini mengering. Baru seminggu ini keluar airnya, ternyata tidak layak," kata dia.

Akibatnya, Kamdi mesti berjalan kaki hingga sejauh satu kilometer dari rumahnya menuju lokasi pengambilan air. Dalam sehari, dia bisa bolak balik hingga empat kali untuk mengambil air dari lubang galian tambang tersebut.

Sekali pengambilan air, Kamdi mengaku harus membawa empat jeriken berkapasitas 30 liter. Di Kelurahan Sukajadi tersebut, ada lebih dari 200 keluarga miskin yang mengambil air dari lubang bekas galian.

Ipah, warga Sukajadi lainnya menambahkan, warga Sukajadi yang tergolong miskin hanya bisa mengambil air dari bekas galian tersebut. Sedangkan warga yang tergolong mampu biasanya lebih memilih membeli air dari pedagang keliling. Air minum itu dijual seharga Rp 1.000 per liternya.

"Bagi kami, tentunya sangat memberatkan jika harus membeli air setiap hari. Minimal kami harus mengeluarkan uang tambahan Rp 10.000-15.000 untuk membeli 10-15 liter air minum," kata Ipah.

Sejak lima tahun terakhir, warga Kelurahan Sukajadi sebenarnya sudah dijanjikan memeroleh fasilitas air bersih dari pemkab dan PDAM setempat. Namun sampai sekarang, janji itu belum juga terealisasi. Padahal jika dilihat dari sisi lingkungan, Sukajadi merupakan lingkungan perumahan yang sudah mulai padat penghuninya.

"Di lingkungan yang sudah berkembang ini, seharusnya pemerintah memikirkan ketersediaan air bersih yang cukup dan memadai," kata dia.

Dekat galian

Ipah menuturkan, tidak layaknya kondisi air sumur di rumahnya membuat dia mesti mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga di tepian galian tambang tersebut setiap pagi dan sore hari. Sebenarnya, air dari bekas galian tambang itu tidak hanya digunakan untuk mencuci saja, namun juga untuk minum dan memasak.

"Namun kalau digunakan untuk minum dan memasak, saya harus mengendapkan dulu selama sehari semalam. Setelah itu, baru bisa layak. Sedangkan, air sumur tidak layak karena berasal dari serapan air rawa sehingga keruh dan berwarna kekuningan," kata dia. (ONI)



Post Date : 19 September 2007