|
Denpasar (Bali Post) - Penggunaan air bawah tanah (ABT) di Badung belakangan ini semakin banyak akibat tumbuhnya bisnis wisata dan industri yang banyak memerlukan air. Di balik itu, sebagian masih beroperasi tanpa dilengkapi izin alias liar. Kadis Pertambangan Badung Ir. Made Badra mengatakan hal itu Kamis (15/9) kemarin menanggapi rencana Dewan melakukan pendataan soal ABT ini. Anggota Dewan Puspa Negara dan Rai Putrayasa mengatakan ABT selain strategis dari sisi ekonomi dalam artian pemasukan daerah juga bisa berbahaya bila tak dikelola secara tepat dan terencana. ''Penggunaan ABT tanpa batas akan menyebabkan gangguan lingkungan seperti intrusi air laut yang bisa merugikan,'' tegas kedua anggota Dewan itu. Khusus dalam kaitan ekonomi, baik Puspa maupun Rai Putrayasa mengatakan pemasukan daerah dari ABT di masa mendatang akan memberi posisi tawar yang positif terhadap PAD. ''Perlu dicari alternatif selain mengandalkan pariwisata sebagai pendukung pendapatan daerah,'' tambah Rai Putrayasa yang juga pebisnis ini. Kadis Pertambangan Made Badra mengakui, sebagian pengusaha khususnya di sektor pariwisata memanfaatkan ABT tanpa izin. Jumlahnya diakui cukup banyak yakni sekitar seratus lebih. Pihaknya sudah melakukan pendataan sekaligus peringatan terhadap pengusaha bersangkutan agar mematuhi aturan yang berlaku. Tahun ini tercatat 400 lebih pengguna ABT dengan total pemasukan Rp 5,5 milyar. Dana tersebut sebelumnya masuk ke kas propinsi. Baru tahun ini sejak diberlakukannya UU 32/2004, retribusi ABT masuk ke kabupaten. Badra mengatakan dengan semakin pentingnya posisi ABT serta penggunaannya yang meningkat, selain memberi sisi positif bagi pendapatan juga perlu ada antisipasi untuk menjaga keseimbangan air di bawah tanah. Pihaknya kini tengah membangun sumur resapan di jalur-jalur strategis sebagai blokade agar tidak terjadi percampuran antara air laut dan air tawar. (031) Post Date : 16 September 2005 |