Banyak Jalan Menangkal Banjir

Sumber:Koran Tempo - 12 November 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir begitu membekas di benak Haji Hambali. Pria 60 tahun itu mengisahkan rumahnya di Kompleks Kebon Jeruk Indah terendam air setinggi 175 sentimeter. Beruntung, pensiunan pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini memiliki rumah lain di daerah Krukut, Jakarta Barat. Jadilah selama musim banjir ia mengungsi ke sana.

Awal tahun lalu banjir hampir menenggelamkan perumahan itu. Luapan air Kali Pesanggrahan menggenangi Jalan Raya Meruya Ilir, yang melintasi gerbang kompleks. Ketinggian air di sana mencapai dada orang dewasa. Adapun di dalam permukiman, air merendam lebih tinggi karena datarannya lebih rendah.

Banjir mulai menjadi agenda tahunan buat penghuni kompleks itu sejak akhir 1990-an. "Setiap musim hujan, minimal air menggenangi jalan," kata Hambali, yang mulai tinggal di sana sejak 1982. Air bah terganas, dengan ketinggian lebih dari 1 meter, ujar dia, terjadi pada awal 2002 dan 2007.

Pada banjir terakhir, ujar Ketua Rukun Tetangga 08 Rukun Warga 07 Kelurahan Srengseng, Jakarta Barat, ini, warga merasakan dampak yang terparah. Selain tingginya air, kompleks tergenang air yang bercampur tanah merah. "Karena air yang meluap melewati gundukan tanah itu," katanya sambil menunjuk gundukan tanah memanjang sekitar 200 meter yang membentang di kompleks lain di dekat perumahannya. Akibatnya, proses pembersihan pascabanjir menjadi lebih berat.

Sebenarnya warga ingin melakukan sesuatu untuk mencegah luapan air. "Kami bisa saja bikin tanggul atau semacamnya, tapi akan sia-sia kalau ternyata tanah gundukan dibuat bangunan," ujarnya.

Kini, menurut Hambali, warga sudah jengah dengan banjir. Bahkan sejumlah warga memilih jalan pintas untuk keluar dari masalah itu. "Sudah banyak yang pindah," katanya. Dari 93 rumah di kompleks itu, yang berpenghuni hanya sekitar 70 orang.

Berbeda dengan warga perumahan mewah di Kompleks Pluit Murni, Jakarta Utara. Mereka memilih mengantisipasi datangnya air bah dengan membangun pompa. Idenya berawal dari banjir pada 2002 yang menenggelamkan kawasan Pluit dan Penjaringan dengan ketinggian air 1-2 meter.

Untuk merealisasi hal itu, "Kami sepakat patungan dan meminta donasi beberapa sponsor kala itu," ujar Agus Maju, warga RW 04 perumahan itu. Sampai akhirnya pembangunan pompa utama selesai pada 2003. Pompa yang memakan dana Rp 400 juta itu mampu mengisap air dengan kekuatan 2 meter kubik per detik. Warga juga membeli dua pompa lain berkapasitas lebih kecil sebagai pompa keliling.

Saat ini, kata Agus, warga tinggal memetik hasilnya. Selain tak khawatir banjir di kompleks, keberadaan pompa keliling bisa membantu warga luar perumahan yang membutuhkannya.

Namun, sekarang pompa permanen yang berlokasi di Jalan Pluit Barat Raya, Penjaringan, Jakarta Utara, itu rusak. Pada 14 Agustus lalu, sebuah truk pengangkut onderdil listrik menabraknya. Padahal, kata Sujianto, Kepala pengamanan kompleks itu, pada November ini hujan kerap turun dan menyiratkan ancaman banjir. Mereka kini berupaya keras mencari dana untuk memperbaikinya.

Lurah Pluit Sugiarto Timbo menyatakan upaya warga di wilayahnya membangun instalasi antisipasi banjir cukup tinggi. Saat ini sekitar 90 pompa air telah dibangun secara swadaya. "Inisiatif warga seperti ini diperlukan untuk membantu pemerintah," katanya.

Adapun Lurah Kelapa Gading Timur Dwi Haryanto justru keberatan jika warga di perumahan Kelapa Gading membangun pompa air. "Dikhawatirkan akan membawa dampak buruk terhadap warga di luar kompleks," ujar dia. Alasannya, bila pompa dibuat di dalam kompleks yang berada di dataran yang lebih tinggi, air akan mengalir ke luar perumahan yang lokasinya lebih rendah. Selama ini, menurut Dwi, upaya warga untuk mencegah banjir lebih berupa pembersihan lingkungan dan saluran air dari sampah.

Kepala Operasi Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Utara Jaja Adithya Jaya berharap pembersihan lingkungan yang dilakukan warga bisa membantu mencegah banjir. "Karena banjir sudah semakin luas," ujarnya. Tercatat sebagian besar wilayah itu, yaitu 25 kelurahan dari 32 kelurahan di 6 kecamatan, merupakan daerah rawan banjir. REZA MAULANA | FERY FIRMANSYAH | GABRIEL WAHYU TITIYOGA



Post Date : 12 November 2007