|
SLEMAN - Makin berkurangnya sumber air di DIJ ini disebabkan pola penggunaan air yang tidak terukur dan terencana dengan baik. Selain itu, kondisi tersebut juga dipengaruhi berkurangnya sumber air. "Jadinya, banyak air yang mubazir terbuang. Untuk itu, perlu adanya peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan air di setaip daerah," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DIJ Hafidh Asrom dalam diskusi terbatas di Hotel Inna Garuda, Sabtu (1/4) lalu. Hafidh mengatakan, saat ini kondisi sungai di DIJ mengalami perubahan cukup drastis, khususnya dalam hal kualitas dan kuantitas. Penurunan kuantitas air ini, lanjutnya, diakibatkan dari berkurangnya sumber air yang memasok air ke sungai-sungai. Ini dipicu mulai hilangnya pohon-pohon besar yang sebelumnya berfungsi sebagai penyangga air. "Ini karena ulah dari para penebang liar dan penambang pasir yang tidak mengindahkan aturan yang penebangan air," katanya. Politisi yang juga dikenal sebagai pengusaha mebel itu menambahkan, kondisi tersebut diperparah dengan pola penggunaan air oleh masyarakat yang tidak terukur. Dia mencontohkan, di daerah Turi dan Tempel, Sleman, masyarakat cenderung menggunakan air tanpa batas. Padahal, di daerah yang berada di bawahnya banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati air. "Kan berbanding terbalik. Ini harus segera disikapi," tegasnya. Dia juga mengungkapkan, maraknya pembangunan perumahan juga menjadi salah satu penyebab berkurangnya sumber air. Menurut Hafidh, adanya pembangunan perumahan dan mal di DIJ mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah pohon yang bisa menjadi penyangga air. Terlebih, berdasar informasi yang diperolehnya, pembangunan perumahan maupun mal tidak semuanya dilengkapi sumur resapan. "Akibatnya, air hujan yang tidak dapat tertampung. Dampaknya, kedalaman sumur meningkat," jelasnya. Selain itu, Hafidh juga menyoroti tentang program reboisasi. Ia menilai program reboisasi yang selalu ditekankan pemerintah sudah kurang tepat. Saat ini, ujarnya, program yang dibutuhkan untuk menjaga kelestarian hutan yakni merawat tanaman reboisasi yang sudah ditanam. "Tiap tahun menanam. Tapi, nggak pernah dipelihara. Seharusnya, programnya sesekali diganti dengan pemeliharaan agar tanaman yang ditanam juga tumbuh subur. Jadi kesannya tidak hanya program proyek saja," ujar Hafidh. Di sisi lain, pria kelahiran Jepara, Jawa Tengah, ini menjelaskan, dalam masa reses ini empat anggota DPD dari DIJ akan melakukan penjaringan aspirasi dengan menemui langsung masyarakat. Untuk itu, dia berharap masyarakat tidak sungkan menyampaikan setiap persoalan yang dihadapi. "Kita akan inventarisasi persoalan yang ada. Kemudian, akan kita bawa ke Jakarta," tandasnya. (sam) Post Date : 03 April 2006 |