|
SURABAYA, KOMPAS - Pendirian bangunan di bantaran Kali Surabaya semakin tak terkendali. Dua tahun lalu saja tercatat 8.647 bangunan berdiri di sepanjang kawasan lindung Kali Surabaya. Jika tak segera ditangani, bangunan-bangunan tersebut akan mengganggu fungsi vital Kali Surabaya. Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyebutkan, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang dimaksud antara lain sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, serta budaya bangsa. Sementara itu, Keputusan Gubernur Nomor 134 Tahun 1997 tentang Peruntukan Tanah Daerah Sempadan Kali Surabaya juga melarang berdirinya bangunan di atas tanah sepanjang bantaran sungai. Pasal 5 menyebutkan dengan jelas larangan mendirikan bangunan permanen baik untuk tempat hunian maupun usaha. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi mengungkapkan, selama tahun 2008 Ecoton mencatat empat kasus penjarahan lahan sempadan di daerah Gresik dan Surabaya. "Berulang kali kami melaporkan pendirian bangunan-bangunan di sepanjang sempadan Kali Surabaya pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Jawa Timur, Komisi D DPRD Jawa Timur, maupun Perum Jasa Tirta I, namun aktivitas pembangunan terus-menerus berlangsung," ujarnya Selasa (27/1) di Surabaya. Menurut Prigi, hilangnya kawasan lindung di sepanjang Kali Surabaya akan mengganggu sistem penyerapan air di kanan-kiri sungai. Hilangnya daerah resapan air akan menyebabkan tingkat sedimentasi sungai tinggi sehingga daya tampung air berkurang dan mengakibatkan banjir. "Selain menimbulkan banjir, pemanfaatan daerah bantaran sungai akan mengganggu ekosistem sungai. Pencemaran akan mudah terjadi karena kadar oksigen terlarut dalam air semakin sedikit karena hilangya tumbuh-tumbuhan di sepanjang sungai," tuturnya. Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air IV Perum Jasa Tirta I Widyo Parwanto mengakui, pendirian bangunan di sepanjang Kali Surabaya makin tak terkendali. Akhir 2008 lalu Perum Jasa Tirta I berkoordinasi dengan Dinas PU Pengairan dan satpol PP untuk membersihkan kawasan bantaran sungai. Menurut Widyo, daerah sempadan sungai bagian hulu idealnya memiliki kawasan lindung sepanjang 15 meter dari bibir sungai, sedangkan bantaran sungai di daerah hilir sekitar 5 meter. Tanggul jebol Sementara itu, tanggul yang jebol pada Minggu dan mengakibatkan banjir di Desa Pojok, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, mulai diperbaiki. Warga desa dikerahkan untuk bekerja bakti memperbaiki tanggul dengan memasang sesek atau tumpukan karung berisi pasir untuk menahan aliran air. Akan tetapi, tiba-tiba pada Senin (26/1) malam tanggul kembali ambrol akibat hujan deras. Kepala Badan Kesatuan Kebangsaaan dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Tulungagung Rudie Christianto menambahkan, selain tanggul yang jebol, banjir juga disebabkan saluran pembuangan di pinggir jalan yang tersumbat oleh sampah. Di Kabupaten Pasuruan, banjir merendam kawasan permukiman dan persawahan di 14 desa di tiga kecamatan, yakni Rejoso, Winongan, dan Grati. Berdasarkan data Bakesbanglinmas Kabupaten Pasuruan, 3.720 rumah dan 395 hektar sawah terendam banjir. Ketinggian air di kawasan permukiman berkisar antara 30 cm hingga 100 cm. Sejumlah sekolah terendam seperti SDN Kedawungwetan 2, SDN Kedawungwetan 3, dan TK RA Kartini. Di SDN Kedungwetan 2, dinding pagarnya roboh. (ABK/LAS/NIK) Post Date : 28 Januari 2009 |