|
Pagi baru beranjak, Matahari belum lama bangkit dari peraduannya. Di halaman rumah seluas 2 x 5 meter,Ika Yudha Kurniasari, 39,mulai menjemur plastik-plastik kemasan yang sudah tak terpakai. Sampah plastik itu dijemur di atas seutas tali yang dililitkan di antara tiang. Sebelumnya,sampah plastik telah dipilah-pilah dan dicuci.Sesekali,Ika menghentikan aktivitas saat beberapa warga datang ke rumahnya yang berada di Jalan Cokrokembang No 11 Kelurahan Krobokan,Semarang Barat dengan membawa sekantong sampah plastik. Kantong-kantong sampah rumah tangga dari tetanggatetangganya itu kemudian ditimbang lalu dicatat dalam sebuah “buku rekening”yang dalam sebulan sekali bisa dicairkan menjadi uang. Kantong-kantong itu ditumpuk di teras rumah,bercampur dengan timbangan,buku rekening, etalase,meja,hasil kerajinan tangan dan lemari. Usaha yang diberi nama Bank Sampah Resik Becik ini diresmikan pada Januari 2012 lalu. Awalnya,nasabahnya hanya sekitar 15 orang.Tapi kini sudah lebih dari 200 orang. “Alhamdulillah, sejak ada usaha ini,para tetangga tidak lagi membuang sampah rumah tangganya,”papar Ika. Sampah warga itu dihargai sesuai dengan jenisnya, misalnya kemasan mi instan kalau kondisinya bagus bisa dihargai Rp1.000 per kg, sedangkan botol air mineral Rp1.000 per kg.Selain plastik, para warga juga bisa menabung kertas dan koran bekas,kardus,botol,kaleng hingga besi. Dibantu oleh 10 tenaga lepas,sampah anorganik itu dipilah-pilah,lalu diolah menjadi aneka kerajinan tangan,seperti tas,tempat pensil,dan tempat tisu. Harga kerajinan tangan dari bahan sampah itu beragam,mulai dari Rp3.000 hingga Rp35.000. “Untuk sementara,kami masih memasarkan di Semarang.Hanya ada beberapa yang kami kirim sampai Jakarta,”kata perempuan yang sehari-hari aktif di Paguyuban Usaha Kecil Menengah (UKM) Semarang ini. Berkat ketekunannya,kini omzetnya sudah Rp2,5 juta per bulan. “Memang saat menjahit tas-tas plastik ini harus sabar, karena menggunakan mesin jahit kecil.Seharusnya butuh mesin yang lebih besar”ujar Ika. Pada awalnya,Ika menjalankan usahanya ini berangkat dari sebuah kepedulian karena tempat pembuangan sampah (TPS) di daerahnya selalu over load. “Akhirnya saya memberanikan untuk membuat usaha ini, setelah saya melihat usaha serupa di Yogyakarta,”kata ibu lima anak ini. AMIN FAUZI Post Date : 08 Juni 2012 |