Bank sampah kini tidak hanya menjaring nasabah dari dusun setempat, melainkan juga siswa di sejumlah sekolah. Sebanyak 150 desa di Indonesia mengadopsi sistem pengelolaan bank sampah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena berhasil memberdayakan ekonomi masyarakat berbasis lingkungan.
Penggagas Bank Sampah Dusun Badegan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bambang Suwerda seusai Rapat Kerja Teknis Kementerian Lingkungan Hidup bertajuk Integrasi Bank Sampah Dengan Gerakan 3R Di Indonesia di Hotel Puri Artha, Minggu, mengatakan, hingga saat ini banyak daerah yang menerapkan pengelolaan sampah melalui sistem bank sampah.
Menurut dia, Bantul dan sejumlah daerah di Indonesia terus membangun jejaring untuk memperbanyak jumlah bank sampah di Indonesia.
"Dengan memembangun jejaring itu setiap daerah bisa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang cara mengolah sampah melalui bank sampah," kata dia seperti dilaporkan Antara.
Dia mengatakan, pembentukan bank sampah pada awalnya digagas Dusun Badegan, Kabupaten Bantul, DIY, pada 2008.
Bambang Suwerda, yang merupakan dosen jurusan kesehatan lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta menjadi penggagas awal keberadaan bank sampah.
Dia mengatakan ide awal pembuatan bank sampah muncul karena keprihatinannya terhadap kebersihan lingkungan di tingkat RT dusun tempat tinggalnya, yakni di Dusun Badegan.
"Kondisi lingkungan yang kotor menjadi sumber penyakit, seperti demam berdarah sehingga mendorong saya untuk membuat bank sampah," kata dia.
Sejumlah daerah di Indonesia, kata dia, kemudian mengadopsi cara Dusun Badegan dalam mengelola sampah, beberapa di antaranya meliputi Kabupaten Malang, Bontang, Tangerang, Provinsi Bali.
Ia mengatakan warga daerah lain banyak yang mengunjungi bank sampah di Dusun Badegan untuk belajar mengelola sampah.
"Kami berharap semakin bertambahnya bank sampah berdampak pada pengurangan volume sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).
Pengelolaan bank sampah di Dusun Badegan, kata dia, berbasis partisipasi masyarakat.
Bank sampah di Dusun Badegan kini tidak hanya menjaring nasabah dari dusun setempat, melainkan juga siswa di sejumlah sekolah.
"Ratusan siswa diajarkan untuk menabung sampah dengan menjadi nasabah bank sampah," kata dia.
Pola pengelolaan bank sampah kelompok masyarakat "Gemah Ripah" di Dusun Badegan, Kabupaten Bantul, adalah petugas bank sampah menimbang sampah berbagai jenis dari nasabah, yang kemudian dijual kepada tukang pengepul sampah maupun tukang rongsok.
Bank sampah menerima berbagai jenis sampah, seperti plastik, organik, kertas, pecahan kaca.
Khusus untuk sampah organik, kata dia, kelompok "Gemah Ripah" mengolahnya menjadi pupuk organik atau kompos untuk dijual kembali. Dia mengatakan pola pengelolaan bank sampah mirip dengan mekanisme di bank.
Menurut dia, setiap nasabah yang menyetorkan sampah akan mendapatkan bukti setoran sebagai dasar untuk menghitung harga jual sampah.
Setiap bukti setoran itu, kata dia, dibukukan dalam buku tabungan. Para pengelola bank sampah akan mennghubungi pengepul saat sampah terkumpul banyak.
Pengepul, katanya, akan membeli sampah milik nasabah dan disesuaikan dengan jumlah sampah yang disetor di buku tabungan.
Ia mengatakan bank sampah menyediakan kantong-kantong besar untuk nasabah sesuai dengan jenis sampah.
Setiap nasabah, kata dia, memiliki nomor rekening dan nama sesuai dengan jenis sampah yang disetor.
Penerapan bank sampah, menurut dia, dari sisi ekonomi cukup menguntungkan bagi nasabah, pengelola, atau petugas bank sampah dan pengepul.
"Sampah memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mampu menambah penghasilan warga setempat, sebab, setiap jenis sampah dihargai bervariasi, misalnya untuk jenis kertas sebesar Rp2.500 per kilogram," katanya.
Melalui bank sampah, pihaknya berharap mampu memberdayakan masyarakat untuk mengatasi persoalan lingkungan dengan memanfaatkan potensi ekonomi sampah. Iman Syukri
Post Date : 12 September 2011
|