Banjir yang Terus Mengancam

Sumber:Kompas - 26 September 2006
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Banjir bandang beberapa kali melanda penduduk di tepi Sungai Musi dan anak sungai di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Musibah itu terjadi akibat daerah aliran sungai gundul sehingga tidak dapat menahan limpahan air dari hulu. Namun, kesadaran masyarakat menghijaukan kawasan itu masih rendah, sedangkan program rehabilitasi oleh pemerintah tersendat.

Sungai Musi di Desa Lubuk Puding, Kecamatan Ulu Musi, mangalir cukup deras, Kamis (21/9). Batu-batu hitam di pinggir dan tengah sungai tampak menonjol karena airnya memang hanya sekitar satu meter. Di beberapa tempat terdapat semacam delta kecil yang terbuat dari endapan lumpur yang menumpuk di tengah sungai.

"Sungai Musi semakin dangkal. Waktu saya kecil, kedalaman sungai saat kemarau bisa mencapai 2 meter-3 meter, tetapi kini tinggal 0,5 meter-1 meter," kata Syamsu Indra Usman (50), tokoh budaya masyarakat Desa Lubuk Puding.

Pada tahun 1960-an, Sungai Musi di daerah itu hanya selebar sekitar 30 meter, tetapi sekarang semakin lebar sehingga mencapai 60-an meter. Kualitas air sungai itu juga merosot akibat pencemaran dan limbah. Air sungai pernah tercemar hebat, tahun 2002, sehingga ribuan ikan mabuk, bahkan sebagian tergeletak di pinggir sungai.

Masyarakat di sekitar Sungai Musi dan anak sungainya masih mengingat banjir bandang yang beberapa kali menerjang kawasan itu. Banjir bandang melanda Dusun Talang Sekuat, Desa Kerinjing, Kecamatan Dempo Utara, Pagar Alam, Januari 2002. Sebanyak 21 orang meninggal, 10 rumah ludes, dan berhektar-hektar kebun rusak. Banjir bandang juga menerjang lima desa di Kecamatan Kota Lahat, Februari 2004. Terjangan banjir itu menyapu puluhan rumah.

Menurut Deputi Program Wahana Bumi Hijau Sumsel, Adios Syafri, banjir bandang itu terjadi akibat daerah aliran sungai (DAS) yang semakin rusak dan gundul. Akibatnya, kawasan itu tidak bisa menahan dan menyimpan air saat musim hujan sehingga air langsung menerjang permukiman di bawahnya. "Perusakan itu terus berlangsung sampai sekarang dan seperti tidak terkendali," ujarnya.

Untuk itu, pemerintah diharapkan lebih menggiatkan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang melibatkan masyarakat bawah yang tinggal di DAS dan dipersiapkan dengan matang. Rehabilitasi tak hanya dilakukan di DAS Sungai Musi, tetapi juga di sungai-sungai lain yang besar, seperti Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Komering, Sungai Ogan, dan Sungai Enim.

"Jika rehabilitasi lintas sektoral dan melibatkan masyarakat tidak dilakukan, kerusakan DAS Sungai Musi dan sungai lain sulit dihentikan," ungkap Adios. (ilham khoiri)

Post Date : 26 September 2006