|
Palopo, Kompas - Banjir bandang yang melanda Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Selasa (4/11) malam, menewaskan dua anak. Sejumlah 12 rumah di Kawasan Wisata Alam Latuppa hanyut terbawa arus luapan Sungai Latuppa dan 300 rumah lainnya roboh serta rusak berat diterjang banjir. Data Pos Bencana Dinas Kesejahteraan Sosial menyatakan, 940 orang mengungsi. Korban tewas adalah Tiwi (4), bocah perempuan warga Jalan La Galigo, Kelurahan Amassangan, yang jatuh terseret air bah di selokan saat berusaha menyelamatkan diri bersama ibunya, Kardiah (35). Korban kedua adalah Aco (5), bocah Jalan Cakalang, Kecamatan Wara. Bencana longsor ini juga menimbun tiga titik badan Jalan Kawasan Wisata Alam Latuppa Km 8, sedangkan jalan penghubung Palopo-Kecamatan Basten, Kabupaten Luwu, tak bisa dilewati. Longsoran terpanjang—30 meter lebih—telah menimbun badan jalan dengan gundukan lumpur setinggi lima meter. ”Rumah mereka diterjang air bah sekitar pukul 20.30. Luapan air Sungai Amassangan semakin tinggi sehingga Kardiah membawa Tiwi dan kakaknya, Andrian, mengungsi ke Masjid Baburrahmah. Saat melompati selokan, tangan Tiwi terlepas sehingga ia terseret arus. Ia baru ditemukan di belakang masjid pukul 23.30,” ujar paman korban, Johan (22). Menurut Kepala Tata Usaha Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palopo Siswati, pihaknya menerima laporan bahwa Aco tewas, jenazahnya sudah ditemukan warga. 300 rumah lebih Secara terpisah Kepala Bidang Rehabilitasi dan Bantuan Sosial Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palopo Jalil memperkirakan lebih dari 300 rumah rusak karena banjir bandang itu. ”Sedikitnya 12 rumah di Latuppa hanyut terbawa air dan sekitar 300 rumah lainnya porak poranda dan rusak karena terjangan aliran lumpur. Jumlah rumah yang tergenangi air banjir pada Selasa malam 300 rumah lebih,” kata Jalil sambil menambahkan sekitar 940 warga mengungsi di masjid dan sejumlah kantor pemerintahan. Komandan Distrik Militer 0471 Palopo Letkol (Inf) Dede Indrazat menyatakan, pihaknya dan Pemerintah Kota Palopo membuka dapur umum di Kantor Kecamatan Wara, Wara Timur, dan Mungkajang. Warga Kota Palopo, Musakkir (40), menyatakan, banjir itu adalah banjir terbesar yang pernah dialaminya. ”Sudah 20 tahun tinggal di Palopo, belum pernah mengalami banjir sebesar Selasa malam. Banjir itu terjadi begitu cepat dan arusnya sangat kuat.” Warga Dusun Latuppa, Asgar (24), menuturkan, suara luapan Sungai Latuppa sangat bergemuruh. ”Balok kayu dan batu kali saling bertabrakan seperti guntur. Karena takut kami sekeluarga keluar dari rumah. Hujan terus turun dengan lebat hingga akhirnya sejumlah bukit di Dusun Latuppa longsor sekitar pukul 21.00 dan menimbun jalan penghubung satu-satunya ke Palopo.” Luapan Sungai Latuppa menghanyutkan batu kali dan kayu gelondongan ke sejumlah anak sungai di Kota Palopo, seperti Sungai Amassangan dan Sungai Boting. Kayu gelondongan akhirnya tersangkut kaki Jembatan Putih, Jembatan Bolong, dan Jembatan Amassangan. (row) Post Date : 06 November 2008 |