|
SEMARANG(SINDO) Hujan deras yang mengguyur Kota Semarang kemarin mengakibatkan debit air Kali Bringin meluap dan mengakibatkan tanggul jebol. Banjir akibat luapan air mengakibatkan ratusan rumah di Kel Mangkang Wetan dan Mangunharjo terendam air. Posisi jebolnya tanggul kali tersebut berada di RW 05 Mangkang Wetan, sekitar sembilan meter ke utara dari tanggul yang pernah jebol pada 2006 silam. Kondisi terparah terjadi pada RT 02/05 dan RT 03/ 05 Mangkang Wetan karena posisinya berdekatan dengan tanggul yang jebol. Meski tak ada korban,ketinggian air di kawasan tersebut mencapai 2070 cm. Hingga kemarin, kerugian akibat jebolnya tanggul tersebut juga belum bisa ditaksir. Tanggul jebol terjadi sekitar pukul 14.00WIB.Tiba-tiba air masuk ke dalam rumah, ujar Raminah, 45,warga RT 02/05 Kel Mangkang Wetan yang terlihat panik dengan datangnya luapan air tersebut, kemarin. Ungkapan senada disampaikan Ketua RT 03/05 Mangkang Wetan Kusnur, 45. Menurutnya, air seketika langsung meluber ketika tanggul jebol. Ya,kejadiannya begitu cepat.Kalau di RT saya, ada sekitar 50-an rumah yang sudah tergenang. Air langsung meluber ke RT lain,seperti RT 04,jelasnya. Dari pantauan SINDO di lokasi, sejumlah warga sibuk menyelamatkan barang-barang berharga yang dimiliki. Bahkan, sejumlah ternak warga seperti kambing juga ikut di selamatkan dengan cara diletakkan ke tempat yang lebih tinggi.Genangan air juga menutupi sepanjang Jalan Raya Mangkang Wetan- Mangunharjo. Ketinggian air di jalan itu bervariasi,mulai dari belasan sentimeter hingga selutut orang dewasa.Akibat genangan air tersebut,sejumlah kendaraan yang melintas mengalami mogok. Selain menggenangi rumah warga di Mangkang Wetan, luapan air tersebut juga menggenangi rumah warga di Kel Mangunharjo. Setidaknya tiga RT ikut terendam, di antaranya di RT 01, 02, dan 03. Meski ketinggian air di kawasan itu tak setinggi di kawasan Mangkang Wetan,warga yang berada di kawasan tersebut juga ikut waswas dengan debit air semakin naik. Memang tadi (kemarin) turun hujan. Namun,saya kira, banjir itu lebih dikarenakan Kali Bringin tak mampu menampung debit air akibat hujan deras di kawasan hulu, kata Sururi, 45, warga RW 01 Kel Mangunharjo. Akibat hujan kemarin, genangan air juga dirasakan di kawasan Kel Mangkang Kulon yang berbatasan dengan Mangunharjo. Namun, genangan air yang disebabkan meluapnya Kali Plumbon tersebut tak separah yang terjadi di Mangkang Wetan dan Mangunharjo. Pihak Kel Mangkang saat kejadian menurunkan aparat untuk melakukan pengecekan ke lapangan. Menurut Sekretaris Lurah Mangkang Wetan, Ahmad Munif, banjir terjadi karena Kali Bringin tidak mampu menampung penambahan debit air. Karena di Mangkang Wetan hujan,di kawasan atas juga hujan, penampang sungai tidak mampu menampung debit air. Walaupun di sini tidak hujan. Kalau kawasan hulu hujan deras,banjir yang sama juga bisa terjadi, jelasnya. Dia mengatakan,pihaknya telah melaporkan kejadian itu ke kantor Kec Tugu. Informasi serupa juga kemudian disampaikan ke Posko Penanggulangan Bencana (PB) yang dikelola Badan Kesbanglinmas Kota Semarang. Kepala Kantor Infokom Kota Semarang Bambang Kono mengatakan, sesuai dengan komitmen pemkot untuk pelayanan mengatasi banjir,Satlak PB langsung menuju ke lokasi. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan pengiriman bantuan ke wilayah yang terkena bencana tersebut. Prinsipnya, jangan sampai masyarakat yang jadi korban banjir menderita. Kami segera koordinasikan dengan Bagian Sosial untuk mengedrop kebutuhan masyarakat, ungkapnya. Dana Banjir Minim Dana pemeliharaan (maintenance) sungai di Kota Semarang sebesar Rp1,82,2 miliar dinilai terlalu kecil. Pasalnya, untuk pemeliharaan idealnya dibutuhkan biaya Rp22 miliar. Rendahnya anggaran itu ditengarai menjadi salah satu penyebab banjir di Kota Semarang menjadi sulit diatasi. Kepala Sub Dinas Perairan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang Fauzi mengungkapkan, dengan jumlah anggaran yang minim, pihaknya harus membuat prioritas perawatan sarana drainase karena tidak semua sarana drainase bisa terkelola dengan baik. Kita itu kan budget oriented, bukan program oriented.Jadi,tak bisa sesuai kebutuhan,katanya dalam kesempatan terpisah,kemarin. Dari jumlah dana tersebut, selama ini digunakan untuk beragam aktivitas perawatan sungai, di antaranya digunakan untuk pengambilan sampah, pengerukan sedimen, pembangunan talud penahan longsor, dan pembuatan sejumlah crossing jalan. Pihaknya memprioritaskan untuk pemeliharaan di Semarang Tengah, dan sedikit di Semarang Barat dan Timur. Keberadaan Perda mengenai larangan membuang sampah di sembarang tempat dinilai juga belum berjalan dengan baik. Padahal, perda tersebut telah ada sejak 1993. Saya lihat itu juga tidak jalan.Padahal, sekarang ini dalam seharinya sampah yang diambil itu mencapai 711 truk. Itu baru yang ada di sungai dan saluran, jelasnya. Tingginya sedimentasi yang terjadi hampir di seluruh sungai di Kota Semarang, menurut dia, disebabkan banyaknya sampah dan erosi. Budget operasional tidak imbang dengan laju sedimentasi, sehingga sedimentasinya tinggi, tukasnya. Menyadari dana yang ada sangat minim,pihaknya saat ini menunggu ada kerja sama dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Saat ini prosesnya baru tahap pengontrakan. Diperkirakan, akhir 2008 draf rancangan sudah selesai dan awal 2009 sudah dimulai pelaksanaan fisik. Pakar hidrologi Undip Semarang Nelwan mengatakan, dengan jumlah anggaran yang sedemikian kecil,pemkot tak akan bisa berbuat banyak. Jumlah ini sangat minim. Padahal,jumlah sungai di Kota Semarang itu banyak sehingga penanganannya selama ini sporadis, ujarnya. Menurut Nelwan, panjang saluran yang ada di Kota Semarang mencapai 10.000 km. Idealnya, biaya perawatan per meter sebesar Rp5.000, sehingga dalam setahun dibutuhkan dana Rp100 miliar. Sistem drainase yang ada sekarang ini memprihatinkan karena kurang perawatan, tukasnya. Dana sebesar Rp350 miliar yang akan diperoleh dari JBIC, menurutnya, juga belum cukup. Sebab, hal itu akan digunakan untuk pembangunan saja. Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan Bappeda Kota Semarang M Farchan mengatakan, tahun depan, masterplan drainase yang saat ini dibuat akan dijadikan perda. Perda ini dan Perda tentang Rencana Tata Ruang Hijau (RTRH) dan Reklamasi akan digunakan untuk data pendukung Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan Rencana Desain Tata Ruang Kota (RDTRK) yang akan berlaku pada 20102030. Kita berharap pengelolaan drainase, transportasi, dan pengelolaan lahan tidak tumpang tindih. Selama ini, banjir terjadi karena tumpang-tindihnya hal itu. Akhirnya, malah terjadi saling tudingmenuding, tukasnya. Pemkot Semarang juga menyiapkan sebanyak 28 embung sebagai tempat penampungan air. Sementara itu, pakar sungai Undip Suripin menilai, perlu ada bak-bak penampungan air hujan di kawasan Semarang bagian atas. Jadi, ketika musim penghujan, itu bisa mengurangi luapan air yang ke bawah. Ketika musim kemarau, itu bisa menjadi persediaan air, ujarnya. (susilo himawan/mg01) Post Date : 18 Desember 2007 |