Banjir Tahun Ini Jauh Lebih Parah

Sumber:Kompas - 29 Desember 2006
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Pekanbaru, Kompas - Banjir yang terjadi pada tahun ini jauh lebih parah, bahkan tiga kali lebih dahsyat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 300 persen dari limpasan air tidak bisa lagi dikendalikan sehingga untuk mengatasinya harus dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak yang terkait.

Demikian ditegaskan Direktur Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau Tengku Ariful Amri di Pekanbaru, Kamis (28/12). Menurut dia, parahnya banjir ini terjadi akibat revitalisasi hutan yang tidak berjalan maksimal.

Salah satu penyebabnya, perbaikan lingkungan tidak dikerjakan secara terencana berdasarkan tata ruang wilayah. Rusaknya hutan mengakibatkan serapan air ke dalam tanah berkurang sehingga air tidak tertahan lagi dan langsung meluncur ke sungai-sungai sampai airnya meluap.

"Pemerintah perlu serius dan berkomitmen untuk mengembalikan fungsi hutan dengan berbasis tata ruang, untuk mengurangi dampak banjir yang selalu terjadi setiap tahun. Revitalisasi hutan perlu dilakukan, terutama di daerah aliran sungai, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir," tutur Amri.

Sinergi provinsi

Amri juga mengatakan, sinergi antarprovinsi diperlukan karena sejumlah sungai melewati lebih dari satu provinsi. Ia mencontohkan, banjir yang terjadi di seputar Sungai Kampar, Sungai Rokan, dan Sungai Indragiri tidak bisa dilepaskan dari kondisi sungai dan hutan di Sumatera Barat. Karena itu, kebijakan revitalisasi hutan perlu juga melibatkan pemerintah pusat.

Sementara Dinas Kehutanan Riau berencana mengembalikan lahan yang diperuntukkan bagi kawasan hutan lewat program Riau Hijau yang akan dilakukan bertahap sejak tahun depan.

Wakil Kepala Dinas Kehutanan Riau Sudirno mengatakan monokultur tanaman kelapa sawit akan diselang-selingi dengan tanaman meranti.

Banjir yang terjadi di Provinsi Riau juga menyebabkan sejumlah jalan terputus. Akibatnya, akses jalan di sejumlah tempat hanya bisa ditempuh dengan sampan atau perahu. Bahkan, warga tidak bisa melalui sejumlah jalur alternatif darat karena juga terendam air. (ART)



Post Date : 29 Desember 2006