Banjir Sengaja Dibiarkan?

Sumber:Kompas - 31 Mei 2007
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Rencana Pemerintah Kota Medan membangun Central Business District (CBD) seluas sekitar 519 hektar di eks lahan Bandara Polonia, saat bandara pindah ke Kuala Namu nanti, agaknya sudah berefek pada warga Sei Mati dan Kampung Baru di Medan Maimun. Meski baru rencana, lebih dari seribu rumah di kawasan itu sudah selalu kebanjiran lima tahun terakhir, dan semakin parah dalam dua tahun terakhir.

Banjir di Sei Mati dan Kampung Baru dengan Bandara Kuala Namu seolah tak ada hubungannya. Namun menjadi berhubungan saat diketahui bahwa kawasan Sei Mati dan Kampung Baru yang saat ini dihuni ribuan warga diplot menjadi perluasan CBD yang menempati bekas Bandara Polonia.

"Rabu pekan lalu sudah banjir, sekarang banjir lagi," kata Ny Busrah (57), warga Gang Merdeka, Sei Mati, Medan Maimun, Medan. Ia ditemui tengah sibuk membereskan rumahnya dari sisa-sisa genangan air banjir Senin lalu. Meskipun rumahnya berjarak lebih dari 100 meter dari bibir Sungai Batuan, rumahnya selalu terkena banjir.

Menurut Busrah, banjir sudah mulai secara rutin menggenangi rumahnya sejak 2003. Mulai tahun 2005, banjir menjadi lebih sering terjadi. Sejumlah warga mengatakan, sebelum 2005 banjir hanya terjadi di pinggir sungai. Sekarang, 200-300 meter dari bibir sungai sudah terendam.

Selain Busrah, ada lebih dari seribu rumah di Sei Mati dan Kampung Baru yang biasa terendam. "Kalau musim hujan, bisa seminggu sekali rumah kami kena banjir," kata Busrah.

Karena terbiasa dengan banjir, warga membuat rumahnya menjadi dua tingkat. Dalam jangka pendek masalah teratasi, namun dalam jangka panjang, butuh kerja sama banyak pihak untuk menuntaskan banjir yang merendam ribuan rumah itu.

Sudah lebih dari 10 kali warga protes ke pemerintah untuk mengatur Sungai Batuan dan Sungai Deli dan bantarannya agar permukiman mereka tidak banjir. Namun tetap saja kasus ini menggantung. "Dari awal kami mensinyalir ada pembiaran oleh Pemkot Medan. Sebab laporan warga sudah banyak namun tidak ada reaksi," tutur Pelaksana Kajian dan Penelitian Kontras Sumut, Herdensi Adnin.

Herdensi melihat ada instansi pemerintah yang terlibat untuk membiarkan banjir tidak ditangani. Instansi ini diduga dilobi pengusaha. Menurut Herdensi, lahan SD 060793 dan SD 060788 di Sei Mati bahkan sudah dibeli pengusaha. Kedua SD itu dipindahkan ke SD 060905 juga di Sei Mati, yang kini diperbaiki.

Kontras Sumut, Walhi Sumut, Yayasan Leuser Lestari (YLL), dan Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu (GM3B) telah melaporkan empat perusahaan ke Polda Sumut atas tuduhan perusakan lingkungan di kawasan Sei Mati dan Kampung Baru yang diduga berefek pada semakin rutin banjir di Sei Mati dan Kampung Baru. Perusahaan itu adalah PT Eka Kusuma Wijaya, PT Alfinky, Perusahaan Istana Prima dan PT SJA, serta Pengusaha SPBU Katamso.

Para pengusaha dilaporkan antara lain karena penimbunan Sungai Batuan dan Sungai Deli, pelurusan Sungai Deli, penembokan kawasan yang menjadikan dan membangun di bantaran sungai. Asisten Deputi Urusan Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Mugi Wibowo, pekan lalu, melakukan klarifikasi laporan warga atas dugaan pengrusakan lingkungan itu. Warga juga telah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM.

Medan memang tengah menuju Kota Metropolitan yang Modern Madani dan Religius. Namun, haruskah pembangunan mengorbankan orang kecil? (Aufrida Wismi Warastri)



Post Date : 31 Mei 2007