|
SITUBONDO, KOMPAS - Sedikitnya 25 hektar tanaman padi dan jagung diterjang banjir. Sekitar 200 rumah penduduk terendam. Peristiwa itu terjadi di Desa Silowogo, Kecamatan Bungatan, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (16/1) malam, setelah hujan deras mengguyur kawasan Gunung Ringgit itu selama hampir empat jam. Wakil Bupati Situbondo Soeroso yang dihubungi pada Kamis (17/1) mengatakan, hujan membuat sungai yang melintasi desa tersebut meluap. Akibatnya, tanggul sepanjang 30 meter jebol dan air meluber ke sawah dan perkampungan. Sebagian warga mengungsi ke lokasi yang lebih aman sambil menyelamatkan sapi, kambing, dan ayam mereka. Banjir membuat padi dan jagung menjadi puso. Lahan pertanian bekas diterjang banjir itu kini penuh dengan lumpur, kerikil, dan batu. Demikian pula kondisi jalan dan fasilitas umum lain. Soeroso menyatakan, pihaknya belum menghitung jumlah kerugian, baik yang diderita warga maupun rusaknya sarana dan prasarana umum. Saat ini aparat TNI dan Polri bersama masyarakat dikerahkan untuk membersihkan bekas banjir. "Perhatian kami saat ini adalah memperbaiki tanggul yang jebol dan mengganti dengan bronjong. Hal ini untuk menghindari supaya air tidak masuk ke perkampungan lagi," kata Soeroso. Hujan deras juga mengakibatkan tanah longsor sehingga menutup jalan di Desa Wonoboyo, Kecamatan Klabang, Kabupaten Bondowoso. Akibatnya, desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Situbondo itu terisolasi. "Apalagi jembatan di Desa Leprak belum selesai setelah rusak akibat banjir tahun lalu," kata Camat Klabang Arief Wasianto. Rehabilitasi hutan Banjir dan tanah longsor yang terjadi belakangan ini juga menghambat upaya rehabilitasi hutan yang kritis akibat penjarahan dan penebangan liar di Jawa Timur. Penanaman pohon oleh Perum Perhutani terpaksa diundur tiga bulan ke depan akibat jutaan bibit dan tanaman baru mati terendam banjir. Di hutan di wilayah Padangan, Kabupaten Bojonegoro, dan hutan di Kabupaten Kediri, sedikitnya tiga juta bibit pohon jati, mahoni, dan pinus setinggi 10 sentimeter mati. Dengan asumsi rata-rata tiap hektar lahan memerlukan bibit sebanyak 3.000 pohon, terdapat 1.000 hektar kawasan hutan yang program reboisasinya terhambat. Dari 23 kesatuan pemangkuan hutan (KPH) di Jatim, 14 KPH diterjang banjir dan tiga KPH mengalami bencana tanah longsor. Kawasan hutan yang terkena banjir paling parah adalah KPH Bojonegoro, Parengan, Padangan, dan Malang. Adapun kawasan hutan yang longsor adalah KPH Lawu, Jombang, dan Blitar. "Untuk mengganti hilangnya tanaman jati, kami melakukan substitusi biji jati melalui teknik stump. Waktu yang dibutuhkan sampai bibit siap ditanam di hutan diperkirakan 2-3 bulan lagi," ujar Kepala Seksi Humas dan Hukum Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Erief Herlambang, Kamis, di Surabaya. Untuk mendapatkan bibit baru dalam waktu singkat, Perhutani membeli bibit yang dibudidayakan masyarakat sekitar hutan. Permasalahan cukup serius adalah pada tanaman mahoni dan pinus yang hendak dipakai untuk menanami lahan kritis di sekitar Gunung Wilis, Kabupaten Kediri. Peremajaan pohon mahoni dan pinus sangat sulit sehingga penduduk jarang yang membudidayakan. Saat ini hampir seluruh lereng Gunung Wilis yang dulunya merupakan hutan pinus lebat menjadi lahan gundul. Pemandangan itu bisa disaksikan dalam perjalanan dari Nganjuk ke Kediri. Total luas lahan kritis di Jatim menurut data Perhutani saat ini mencapai 209.137 hektar dari sekitar 1,3 juta hektar kawasan hutan yang dikelola. Untuk mengembalikan ekosistem hutan yang kritis, program reboisasi dilakukan secara bertahap karena dana terbatas. Tahun 2006, Perhutani hanya mampu melakukan perbaikan hutan seluas 52.721 hektar. Kemudian tahun 2007 perbaikan hutan dilaksanakan di lahan seluas 63.114 hektar. (SIR/NIK) Post Date : 18 Januari 2008 |