Banjir Rendam 700 Rumah

Sumber:Pikiran Rakyat - 12 Mei 2009
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

SOREANG, (PR).- Banjir bandang kembali melanda tujuh ratus rumah yang terletak di delapan RW yang ada di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Senin (11/5). Hujan deras yang mengguyur daerah ini sejak pukul 12.00 WIB mengakibatkan air kembali tinggi. Padahal, warga baru saja selesai membersihkan sisa-sisa lumpur yang menumpuk akibat banjir, Minggu (10/5) malam dan baru surut Senin (11/5) dini hari.

"Sekitar pukul 17.00 WIB air kembali naik dan tingginya sudah mencapai satu meter," kata Kades Kamasan Herli Purnomo. Banjir yang kembali datang membuatnya, lagi-lagi, harus mengungsikan warga ke tempat yang aman. Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung di Jalan Raya Banjaran dan Masjid Persatuan Islam Banjaran kembali dipilih sebagai tempat pengungsian.

Dengan kejadian kali ini, selama April hingga Mei 2009, total telah terjadi lima kali banjir bandang. Herli menjelaskan, wilayah Kamasan kerap mengalami banjir karena letak daerahnya yang terkepung Sungai Cisangkuy beserta empat anak sungainya, yaitu Kali Citaliktik, Cisela, Cilembang, dan Cibatur.

"Posisi yang demikian membuat Kamasan tak pernah luput dari banjir meskipun hujan tidak turun di sini. Apalagi, sungai beserta anak sungainya terus mengalami penyempitan dan pendangkalan sehingga debit air yang deras tidak lagi bisa tertampung dan akhirnya meluber ke perumahan warga," katanya.

Beragam upaya menanggulangi banjir yang kerap menyergap Kamasan telah berkali-kali dilakukan. Salah satunya dengan melakukan kerja bakti menyodet sungai. Selain itu, penanaman pohon berbatang keras di pinggiran sungai pun telah dilakukan secara swadaya.

"Namun, semua usaha kami itu kurang berarti bila tidak dibarengi dengan tindakan yang lebih besar skalanya. Oleh karena itu, kami berharap rencana pengerukan Sungai Citanduy sepanjang satu km bisa diprioritaskan dilakukan di Kamasan terlebih dulu sebagai hulunya," ujar Herli. Ia juga akan meminta lebih banyak bibit pohon yang akan ditanam di sepanjang sisi sungai.

Rumah ambruk

Herli berharap solusi-solusi tersebut bisa segera dilaksanakan agar warganya bisa segera terlepas dari banjir yang baru melanda kawasan ini di awal tahun 2000.

Sejak banjir pertama kali melanda, sudah lima rumah yang ambruk karena diterjang banjir. Ia tidak mau peristiwa tersebut kembali terulang mengingat masih ada 27 rumah yang bangunannya belum permanen, dengan bahan dasar masih berupa bilik.

Salah satu rumah yang terancam hampir ambruk ialah milik pasangan Ini (52) dan Usi (57). Tak seperti beberapa rumah lain yang sudah ditinggikan fondasinya, rumah yang terletak di RT 2 RW 7 ini masih rendah fondasinya, dengan jarak ke tanah hanya sekitar dua puluh cm.

Ketika disambangi, Usi tengah sibuk menambal lubang-lubang lantai rumahnya yang masih berbahan kayu. "Ditambal sulam dulu seadanya. Kalau dibiarkan menganga lubangnya, bisa-bisa ular datang lagi. Semalam juga tahu-tahu muncul ular kobra," katanya yang sudah menempati rumah tersebut selama tujuh tahun.

Tak hanya mengancam kerusakan rumah, banjir bandang yang kerap menerjang berimbas juga pada lahan pertanian. Herli mencatat, sekitar enam hektare sawah milik warganya tak luput dari rendaman banjir.

"Kasihan yang baru menanam, satu hektarenya bisa rugi hingga Rp 6 juta. Sementara itu, yang sudah mau panen, kualitas dan kuantitas padinya menurun," katanya. (A-184)



Post Date : 12 Mei 2009