|
Februari 2007 jadi kenangan buruk bagi puluhan ribu warga Kabupaten dan Kota Tangerang. Banjir besar selama berhari-hari merendam rumah dan sekitar tempat tinggal mereka. Banjir dan pascabanjir itu menewaskan 12 jiwa karena terserang leptospirosis. Tak hanya harta benda mereka yang rusak atau lenyap, korban banjir juga trauma. Ketika air masuk ke rumah, para perempuan langsung histeris, ketakutan akan menderita lagi seperti pada banjir sebelumnya. Banjir hanya satu dari sekian persoalan di Tangerang. Penyakit flu burung dan muntah berak terus menewaskan warga Kota dan Kabupaten Tangerang. Ribuan buruh harus pasrah kepada putusan pemilik perusahaan yang memutus kontrak atau memberhentikan mereka dari pekerjaan dengan pesangon yang tak memadai atau malah tanpa pesangon. Sementara pedagang tradisional terancam maraknya kehadiran pasar modern berskala raksasa. Kehidupan di wilayah penyangga Ibu Kota ini makin sulit, terutama bagi masyarakat kelas bawah sehingga sering mereka memilih jalan pintas hanya demi bisa makan. Tak heran angka pencurian disertai kekerasan, yang berujung pada kematian korban, serta perampokan dan perampasan kendaraan bermotor mendominasi jenis kejahatan. Kisah bapak dan anak yang menjambret tas seorang perempuan di Bintaro, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, sekitar Oktober lalu, membuat miris Kepala Polres Metro Tangerang Kabupaten Ajun Komisaris Besar Tony Harmanto (waktu itu). "Anaknya bilang sudah dua hari tidak makan sebab ayahnya tiga bulan menganggur," kata Tony, yang berdialog dengan tersangka. Belum terketuk Persoalan terus mendera, tetapi keluh kesah warga belum juga mengetuk hati pemimpin wilayah dan wakil rakyat. Ambil contoh penderitaan pedagang tradisional di Ciledug yang terus terusir sebab Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang tak pernah membuat pasar di sana. Pedagang berjualan di atas lahan milik perorangan, ketika pemilik meminta tanahnya, pedagang pun kocar-kacir. Pemkot Tangerang lalu membuka pasar sementara di sebelah Plaza Ciledug. Belum setahun pedagang menempati lokasi itu, awal Desember lalu di seberang Plaza Ciledug dan pasar sementara itu dibuka Carrefour. Peringatan pedagang kepada Wali Kota Tangerang Wahidin Halim sejak awal tahun 2007 agar mempertimbangkan kembali pembukaan Carrefour di depan pasar tradisional tak direspons. Alasannya, izin operasi Carrefour datang dari Badan Koordinasi Penanaman Modal pusat. Pedagang pun kini tinggal menunggu nasib, bangkrut dalam tempo cepat atau mereka bertahan dengan kondisi ngos- ngosan. Rawan banjir Belum genap setahun, banjir besar akibat hujan semalaman kembali melanda Kota dan Kabupaten Tangerang akhir November 2007. Banjir merendam sekitar 80 persen wilayah Kota Tangerang. Perumahan Total Persada, Perumahan Mutiara Pluit, dan perumahan di sekitarnya terendam air setinggi hampir dua meter. Sebagian perumahan dan area sawah di Kecamatan Pasar Kemis, Pakuhaji, Mauk, dan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, terendam air berhari-hari. Derita korban banjir bisa jadi tak sampai ke telinga petinggi pemerintah setempat. Tak heran bantuan tanggap darurat berupa makanan, pengobatan, dan tempat pengungsian layak huni tak segera sampai ke tangan korban. Di Kota Tangerang, tim evakuasi berperahu karet segera terjun ke daerah banjir terparah, tetapi setelah warga dievakuasi, bagian lain tak segera menangani korban. Memang ada kepala kelurahan yang merogoh dana pribadi untuk membeli air mineral dan mi instan, tetapi jumlahnya tak sesuai dengan kebutuhan pengungsi. Korban banjir di Kabupaten Tangerang, semisal di Paku Jaya Serpong atau Tiga Raksa, merasakan hal yang sama. Warga di kawasan itu terlambat mendapat bantuan pangan yang mereka butuhkan. Andai petinggi daerah yang kini sedang gencar berkampanye untuk menjadi bupati periode berikutnya turun langsung ke wilayah banjir, berdialog dengan korban, pasti ia akan tahu penderitaan korban banjir. Dengan demikian, ia bisa segera bertindak membantu warganya. Pejabat yang menyusuri wilayah banjir akan melihat tikus got di daerah banjir. Bangkai binatang mengapung di mana-mana. Artinya, air banjir membawa berbagai penyakit bagi korban. Jamaklah jika pascabanjir berbagai jenis penyakit menghinggapi warga. Dari gatal-gatal, luka terkena benda tajam, sampai yang bisa mengakibatkan kematian, misalnya leptospirosis yang berasal dari kencing tikus. Banjir awal tahun lalu mengakibatkan 10 penderita leptospirosis dirawat di RSUD Tangerang, delapan di antaranya meninggal. Sementara empat warga Kota Tangerang meninggal karena penyakit yang sama. Hanya dengan tanggul Musim banjir sudah datang. Hujan deras yang turun saat ini berpotensi memunculkan banjir besar lagi. Pemkot Tangerang tahun 2007 menganggarkan dana Rp 5 miliar untuk memperbaiki tanggul, membeli pompa air, dan lainnya. Pertengahan tahun, Pemkot Tangerang memberi dana Rp 5,6 miliar dari anggaran belanja tambahan untuk pembangunan sekitar seribu meter tanggul, pembuatan rumah pompa, dan lainnya. Namun wilayah rawan banjir tetap terendam air lebih dari sehari. Pemompaan air keluar dari wilayah banjir terhambat tiadanya solar atau pompanya rusak. Warga Kelurahan Periuk, Tangerang, sempat berang karena saluran air ke sungai di sebelah perumahan Permata Pluit terhambat. "Jalan air tertutup bangunan milik pengelola wisata air. Kami minta bangunan itu dibongkar," kata Handoko, warga yang rumahnya terendam banjir sampai lima hari. Jelas sudah, penanggulangan banjir tak cukup dengan meninggikan tanggul, tetapi juga harus memperbaiki saluran air untuk memperlancar jalannya air. Selain itu, juga harus ada upaya memfungsikan situ yang terus dangkal. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo akan membantu revitalisasi Situ Cipondoh, Kota Tangerang. Itu dilakukan karena Jakarta sangat berkepentingan terhadap penanggulangan banjir di perbatasan. Pimpinan daerah setempat juga harus menggalakkan kebiasaan menanam pohon dan membuat sumur resapan di halaman rumah. Maklum, kebiasaan yang satu ini masih sulit dijumpai di wilayah itu. Yang tumbuh cepat malah tembok pertokoan, perumahan, dan pusat belanja. Soelastri Soekirno Post Date : 19 Desember 2007 |