Banjir NTT akibat dari Cuaca Ekstrem

Sumber:Kompas - 03 Agustus 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Jakarta, Kompas - Banjir yang merendam 56.000 hektar sawah akibat luapan Sungai Benanain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, adalah akibat cuaca ekstrem.

Penyebabnya adalah meningkatnya kecepatan angin monsun timur secara drastis serta terjadinya pembelokan angin akibat arus udara dari ”palung” yang terimpit tekanan tinggi di barat Australia yang bergerak ke lokasi tekanan rendah di barat Filipina melalui Nusa Tenggara Timur.

Kecepatan angin monsun timur saat ini mencapai 20 knot atau sekitar 37 kilometer per jam dari pola normal 5-10 knot. Ini berdampak terhadap peningkatan suplai awan yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan banjir di kawasan Indonesia bagian tengah dan timur.

Pembentukan akumulasi awan dipengaruhi suhu muka laut yang masih hangat, berkisar 27-29 derajat celsius. Suplai dari air laut saat ini masih tinggi.

Ancaman lainnya, peningkatan kecepatan monsun angin timur menimbulkan gelombang laut semakin tinggi. ”Wilayah perairan Samudra Hindia di selatan Nusa Tenggara hingga selatan Jawa meningkat hingga ketinggian 3-5 meter dan cukup membahayakan pelayaran kapal nelayan,” kata Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mulyono Prabowo, Senin (2/8) di Jakarta.

Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem BMKG Kukuh Ribudianto mengatakan, penyebab banjir di Belu akibat curah hujan tinggi. Pada akhir pekan lalu terjadi arus angin dari ”palung” di sebelah barat Australia menuju barat Filipina yang mengakibatkan pembelokan angin.

”Pembelokan angin di atas Pulau Timor ini memengaruhi akumulasi awan yang mendatangkan hujan deras di kawasan NTT, di antaranya mendatangkan banjir akibat luapan Sungai Benanain,” kata Kukuh.

Danau Tempe


Penyebab banjir di Belu berbeda dengan banjir akibat luapan Danau Tempe di Sulawesi Selatan. Menurut Kukuh, kawasan Danau Tempe masih terpengaruh pola cuaca di wilayah Maluku yang mengalami puncak hujan antara Juni, Juli, dan Agustus.

”Angin sibris dan orografis cukup berpengaruh di kawasan Sulawesi Selatan,” kata Kukuh.

Sibris menunjukkan pengaruh pergerakan angin yang berembus dari laut menuju daratan. Orografis memicu pertumbuhan awan akibat daya angkat permukaan pegunungan.

Pola angin sibris dan orografis di Sulawesi Selatan sekarang menyebabkan pembentukan awan semakin banyak—akibat dari peningkatan kecepatan angin monsun timur. Akumulasi pembentukan awan mengakibatkan hujan deras yang akhirnya mengakibatkan banjir.

Mulyono mengatakan, saat ini osilasi Madden-Julian (MJO) sebagai fenomena yang memengaruhi tingkat curah hujan juga terjadi. Wilayah yang terpengaruh adalah Sumatera bagian tengah.

”Hujan di Sumatera bergeser dari barat ke timur. Sekarang ini di Sumatera bagian tengah berpotensi menerima hujan akibat fenomena MJO,” kata Mulyono.(NAW)



Post Date : 03 Agustus 2010