Bandung, Kompas - Banjir Sungai Citarum selama sebulan telah merugikan industri di Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Karawang senilai Rp 200 miliar. Kerugian dialami oleh lebih dari 200 perusahaan, termasuk 30 perusahaan yang terendam lumpur sejak 25 Maret lalu.
Pabrik-pabrik yang terendam di antaranya bergerak dalam bidang otomotif, elektronik, dan tekstil. ”Kerugian satu pabrik bisa mencapai Rp 500 juta per hari, itu tak termasuk kehilangan potensi akibat pesanan tidak diperoleh,” ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Daerah Jawa Barat (Jabar) Dedy Wijaya di Bandung, Senin (29/3).
Nilai kerugian industri di Jabar terus meningkat karena banjir terus meluas.
Sebelumnya, banjir melanda Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Kini, banjir telah meluas ke Karawang dan Purwakarta. Pada pekan ketiga bulan Maret saja, nilai kerugian sudah mencapai Rp 150 miliar.
Menurut Dedy, hingga kemarin, hampir semua perusahaan yang terkena banjir belum berproduksi. Walaupun banjir berangsur surut, pihak pabrik membutuhkan waktu untuk perbaikan mesin selama 3-7 hari. Ada juga pabrik yang sudah beroperasi, tetapi berhenti lagi karena terendam kembali.
Dedy menuturkan, sejumlah perusahaan berorientasi ekspor terpaksa mengirimkan produknya dengan pesawat terbang. Biaya pengiriman membengkak hingga 10 kali lipat.
Dedy mencontohkan, biaya pengiriman dengan kapal laut ke Hongkong sekitar 1.300 dollar AS per kontainer berkapasitas 20 kaki dengan berat sekitar 15 ton. Biaya itu saat ini naik menjadi 13.000 dollar AS jika dikirimkan dengan pesawat terbang. ”Namun, sebagian pengusaha lebih baik membayar penalti karena biaya pengiriman yang begitu besar,” katanya.
Banjir yang melanda industri berdampak pula terhadap multisektor. Penjaja makanan, sopir angkutan kota, dan tukang ojek juga kehilangan pendapatan karena buruh tidak masuk kerja. Sektor lain, seperti kesehatan, juga terpengaruh.
Kerugian tekstil
Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Daerah Jabar Ade Sudradjat, hingga pertengahan pekan lalu, kerugian industri tekstil dan pabrik tekstil (TPT) saja mencapai Rp 22 miliar dan saat ini telah bertambah menjadi Rp 51 miliar.
Ade mengatakan, jumlah pabrik TPT di Jabar yang terendam saat ini mencapai 30 pabrik. Sebanyak 26 pabrik berada di Kabupaten Bandung dan empat pabrik di Karawang serta Purwakarta.
Kerugian, antara lain, disebabkan mesin-mesin terendam lumpur, ekspor terhambat, dan buruh tak bisa beraktivitas. ”Sekitar 15.000 buruh TPT di Jabar terganggu pekerjaannya. Rumah mereka, pabrik, atau jalan menuju tempat kerja terendam banjir,” katanya.
Di Jabar terdapat lebih kurang 700.000 buruh TPT. Sejumlah pabrik tekstil dan garmen di Dayeuhkolot dan Baleendah, Kabupaten Bandung, mulai beroperasi setelah air surut dua hari terakhir.
PT Metro Garmin, misalnya, setengah dari sekitar 5.000 pekerjanya mulai beraktivitas meskipun operasional pabrik belum normal.
General Affair Manager PT Metro Garmin Yakobus Timothous mengatakan, masih ada ratusan mesin rusak karena terendam banjir yang tengah diperbaiki teknisinya.
Banjir yang terjadi terus-menerus dikhawatirkan Yakobus akan menghilangkan kepercayaan pelanggan. Sejak tahun 1980, Metro Garmin menerima pesanan pembuatan kemeja pria kualitas ekspor dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Jerman.
Bandy (39), pengusaha tekstil di Jalan Raya Laswi, Kampung Ciwalengke, Majalaya, Kabupaten Bandung, mengaku, banjir merendam puluhan ton benang dan kain miliknya. ”Kerugian saya taksir Rp 250 juta,” ujarnya.
Ketua Apindo Kabupaten Bandung Yohan Lukius mengatakan, beberapa pengusaha tekstil harus mengirimkan barang pesanan ekspor dengan pesawat yang lebih mahal lima kali lipat untuk mengejar perjanjian jual beli dengan pembeli internasional.
Ancaman PHK
Ancaman susulan akibat terganggunya industri TPT adalah pemutusan hubungan kerja (PHK). Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bandung Dadang Supardie mengemukakan, ada 33 dari 200 pabrik di Bandung Selatan yang aktivitas ekonominya lumpuh total. Dari 33 pabrik itu, 18 di antaranya berlokasi di Dayeuhkolot.
Menurut Dadang, akibat banjir, sekitar 9.555 orang di Kabupaten Bandung tidak bekerja. Disnakertrans Kabupaten Bandung mencatat, akibat banjir, ada dua perusahaan yang terlambat membayar gaji karyawannya selama tiga bulan. Satu perusahaan bahkan sudah meminta PHK, tetapi belum dilakukan karena menunggu kesepakatan uang pesangon dengan serikat pekerja mereka.
Di Karawang, banjir menyeret rezeki warga yang menjadi korban. Total ada 30.652 rumah yang terendam. Adapun menurut Iman Sumantri, Kepala Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Karawang, biaya perbaikan infrastruktur irigasi akan mencapai Rp 435 miliar.
Karawang sebagai lumbung padi nasional pun kehilangan 794 hektar padi karena puso terendam air, kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang Nahrowi M Nur. Total kerugian akibat puso Rp 2,5 miliar.
Wakil Menteri Pertanian sekaligus Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan, ”Meski terjadi penurunan produksi padi 180.000 ton, tak akan berpengaruh pada ketahanan pangan nasional.” Bayu berada di Semarang, Senin, untuk mengikuti Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan.(GRE/NIT/BAY/REK/MAS/OIN/RYO/HAM)
Post Date : 30 Maret 2010
|