|
Brebes, Kompas - Ratusan rumah dan tambak di Desa Randusanga Kulon dan Randusanga Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, terendam air akibat banjir yang terjadi hari Senin (17/1). Ketinggian air di wilayah tersebut mencapai 30 sentimeter. Bahkan, beberapa bagian jalan terendam air hingga ketinggian 45 sentimeter. Menurut warga, banjir yang terjadi di wilayah tersebut merupakan banjir terbesar di awal tahun ini. Banjir terjadi akibat hujan yang turun dalam waktu satu malam. Meskipun hujan turun dalam jangka waktu yang relatif tidak lama, namun karena sangat deras, akhirnya merendam wilayah tersebut. Sekretaris Desa Randusanga Kulon Partomo mengatakan, banjir di Randusanga Kulon selain akibat hujan yang terlalu deras juga berasal dari luapan air Sungai Sigeleng yang membentang di sepanjang jalan desa tersebut. Air Sungai Sigeleng meluap karena permukaannya terlalu dangkal, akibat banyaknya sedimentasi. Beberapa waktu lalu sungai tersebut pernah dikeruk, namun tidak dilakukan secara maksimal sehingga tetap tidak bisa menampung air hujan. Padahal sungai tersebut memiliki lebar sekitar enam meter. Akibat luapan tersebut, sekitar 200 rumah di wilayah Randusanga Kulon terendam air. Sebagian hanya terkena di bagian luarnya saja, namun sebagian lain masuk ke dalam. Rumah yang terendam air tersebut berasal dari enam rukun tetangga (RT), yaitu RT 3/I, RT 4/II, RT 5/II, RT 3/II, RT 1/I, dan RT 2/I. Luapan Sungai Sigeleng juga mengakibatkan ratusan hektar tambak meluap. Akibatnya, para petani tambak terpaksa melakukan panen dini. Bahkan beberapa di antaranya terpaksa kehilangan ikan yang sudah dipeliharanya. Sementara hal yang sama juga terjadi di Desa Randusanga Wetan. Di sana, air menggenangi sekitar 100 rumah dengan ketinggian mencapai 45 sentimeter. Banjir juga menghilangkan batas tambak yang ada di wilayah tersebut. Seorang petani tambak di sana, Siroh (29), mengatakan, ia terpaksa kehilangan 4.000 benur (benih bandeng) yang sudah ditebarnya. Padahal, benih tersebut sudah dipelihara sekitar tiga bulan dan sebentar lagi akan dipanen. Hilangnya tambak juga menyulitkan bagi para buruh panen ikan di sana. Pasalnya, dengan banyaknya ikan yang hilang, mereka tidak lagi bisa bekerja sebagai buruh penebar jala. Menurut seorang buruh tambak di Randusanga Wetan, Cartiah (50), ia kehilangan pekerjaan untuk beberapa waktu karena ikan dalam tambak banyak yang hilang. Padahal, pekerjaan tersebut menjadi andalan hidup bagi keluarganya. "Ya, sekarang tidak bisa buruh lagi, menunggu nanti kalau sudah tidak banjir dan tambak pulih kembali," ujarnya. (J01) Post Date : 18 Januari 2005 |