Banjir Mengusik Ingatan Warga

Sumber:Media Indonesia - 25 Februari 2008
Kategori:Banjir di Jakarta
 

BANJIR besar yang terjadi dua pekan lalu mengusik ingatan para warga perumahan Taman Royal I/III dan Puri Dewata Indah, Cipondoh, Tangerang. Mereka teringat janji pengembang Taman Royal yang sampai sekarang tidak juga menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Sebagian besar warga, terutama yang tinggal di Puri Dewata Indah, menempati kompleks tersebut sudah 20 tahun. Selama itu mereka tidak pernah kebanjiran. Namun tatkala Jakarta dan Tangerang dilanda hujan deras dua pekan lalu, kompleks itu untuk pertama kalinya digenangi air hingga masuk rumah. Genangan air masuk ke rumah dengan ketinggian satu meter.

Warga Puri Dewata dan Taman Royal menuding pembangunan ruko yang getol dilakukan pengembang sebagai biang keladi penyebab banjir. Pasalnya, pihak pengembang mempersempit saluran air yang melintas di kompleks tersebut.

Peristiwa itu tidak urung mengusik memori warga yang selama 20 tahun 'memaafkan' pengembang yang tidak juga mewujudkan janjinya memberikan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) kepada warga melalui Pemerintah Kota Tangerang.

Dipimpin HA Fadillah dan Asep Jatnika, masing-masing sebagai Wakil Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) Taman Royal dan Sekretaris FMPL, ratusan warga Taman Royal dan Puri Dewata, Sabtu (23/2) menggelar aksi damai ke kantor pengembang Taman Royal yang terletak di depan kompleks, Jl Hasyim Ashari, Cipondoh.

Mereka membentangkan poster dan spanduk bertuliskan pesan yang intinya menyindir pengembang, seperti 'royal cari untung, irit tanggung jawab'. Slogan yang dibawa pengembang untuk memasarkan perumahan di kompleks itu adalah 'Royal Fasilitas, Irit Harganya'.

Para pengunjuk rasa, pria dewasa, perempuan, dan anak-anak berbaur di halaman kantor pemasaran Taman Royal. Ada di antara mereka yang menari-nari sambil meneriakkan tuntutan agar pengembang segera memproses untuk menyerahkan fasos dan fasum.

"Sudah belasan tahun kami tinggal di kompleks ini, tapi sampai sekarang pengembang belum juga memberikan fasos dan fasum. Jalan-jalan kompleks juga sudah banyak yang rusak," kata Asep.

Ketika banjir besar melanda kompleks itu, warga secara spontan sempat melakukan aksi unjuk rasa. Mereka memecahkan kaca-kaca ruko yang baru saja selesai dibangun. Namun aksi itu tidak sampai mengarah ke tindakan anarkistis. Warga tahu diri bahwa menyelesaikan masalah sebaiknya lewat dialog dengan pengembang.

Sehari setelah banjir, perwakilan warga dan pengembang melakukan dialog dan melahirkan 10 tuntutan yang harus segera direalisasikan. Kesepuluh tuntutan itu di antaranya segera menyerahkan fasos dan fasum, pengembang membuat sungai terbuka di depan ruko yang sedang dibangun untuk memperlancar aliran air jika hujan datang.

Pengembang diberi waktu dua minggu untuk merealisasikan tuntutan warga. Namun hingga batas waktu berakhir kemarin, belum ada tanda-tanda pengembang merealisasikan janjinya. Apa boleh buat, warga pun melakukan aksi unjuk rasa. "Banjir membuat kami trauma," kata seorang ibu.

Perwakilan warga yang dipimpin Fadillah dan Asep menemui pihak pengembang yang diwakili Fredianto sebagai manajer operasional. Di depan para pengunjuk rasa, Fredianto menjelaskan bahwa pihaknya akan segera menyerahkan fasos dan fasum. Dia minta warga memberi tenggang waktu dua bulan.

Kalau masih tetap ingkar janji? Warga kompleks, khususnya ibu-ibu, akan mencegat mobil pemasaran pengembang yang biasanya membawa calon pembeli keliling kompleks. Di depan para calon pembeli, ibu-ibu akan melakukan 'presentasi' yang intinya jangan membeli rumah di Taman Royal, sebab selain banjir, pengembangnya tidak bertanggung jawab. (SM/Gty/J-1)



Post Date : 25 Februari 2008